Posted in drama, pengalaman, slice of life, Tanpa kategori

Motherhood 101: Drama Menyusui yang Tak Berkesudahan

Assalamu’alaikum!

Salah olahraga dan kedamaian pemirsa semuanyaaaa. Kenapa olahraga?
Sebab ngasuh anak itu bagaikan fitness dibarengi perang 24 jam 7 hari 4 minggu. Tidak ada jalan keluar dan tidak akan pernah kelar. Mengatur waktu untuk update blog di sela-sela ngasuh Aden, masak, dan menjadi penulis kontributor di meramuda  ternyata cukup menguras jiwa raga ya beb. Aku nggak pernah tahu betapa multitasking-nya seorang Sist Ra’idah sampai harus goreng ayam sambil menyusui Aden juga chat sama Nyimnyim, Bunda Dini, dan Kak Ii.

multitasking

Mantul.

kucing

Namun, alhamdulillah, aku bersyukur banget bisa bak-bik-bek segala rupa karena berarti diriku ini sudah sehat lahir batin.

Sungguh berbeda kondisinya dengan seorang Ra’idah di awal masa kelahiran Aden, yang baru terjadi bulan Agustus lalu. Yha, aku yang dulu bukanlah yang sekarang. Kalau dibandingkan, mungkin bulan lalu aku adalah cebong, maka bulan ini aku adalah kampret.

Hauhauhauhau.

Nggak gituuuuuu.

Dimohon tenang pemirsaaaahhh. Aku bukan cebong atau kampret, sekalipun nanti aku nyoblos, maka itu ↓↓↓

Dp_3xTgV4AAYdcI

Baikkk. Kembali ke jalan yang lurus ya pemirsa semua. Mari sini merapat lagi karena insya Allah aku akan membahas hal yang sangat berfaedah. Insya Allah yang merasakan manfaatnya bukan hanya yang sudah menikah, atau berencana menikah, tetapi yang belum-mau-nikah-tapi-udah-ditanya-mulu-sama-tetangga atau yang baru-lihat-cowok/cewek-caem-udah-mikirin-gedung-resepsi-padahal-diwaro-juga-kagak

DpM5m00U0AEANE0

Sebagai wanita yang memiliki riwayat depresi, aku lumayan takut akan kena baby blues. Dari semenjak hamil, aku udah afirmasi ke Aden bahwa kami berdua harus jadi tim yang kompak, hebat, dan mendukung satu sama lain. Aden harus jadi sumber penyejuk hati Imma, dan Imma akan jadi pelindung Aden sepanjang zaman. Kami berdua harus saling membuat nyaman satu sama lain supaya aku nggak kena baby blues. apalagi post-partum depression. Zuzur ya menjelang hari kelahiran, aku semakin rajin membaca artikel mengenai proses kelahiran yang sakitnya serasa dipatahkan segenap tulang-belulang. Setelah aku alami sendiri ternyata ….alhamdulillah … memang demikian adanya ….

Fufufufu.

Namun, sesakit-sakitnya melahirkan …

↓↓↓

Do6Oh-zUYAAkvu8

karena dibalas kontan oleh kehadiran si pipi tembem.

Setelah melahirkan Aden ke dunia, aku pun kembali ke rumah dengan cerah-ceria bahagia sekali. Alhamdulillah, aku bisa segera beradaptasi dengan segala tuntutan sebagai ibu. Berhubung di awal kelahirannya Aden selalu pakai popok kain sampai usia dua minggu, aku bisa ganti baju dan popok Aden sampai 10 kali sehari. Kalau soal cuci-mencuci sih alhamdulillah ada Teh ‘Ai kecintaan yang nggak pernah ngeluh walaupun baju cucian Aden segambreng setiap hari. Perihal mandiin Aden, di lima hari pertama, Aden dimandikan oleh Mamah Echin. Setelah udel Aden puput, barulah aku berani memandikan karena ngeri ya gaes apabila kulihat itu udel menggawir-gawir ke sana ke mari tiada arah kalau nanti ketarik lalu udel Aden pegat gimana ya Allah huhuhu.

Begitulah. Semua berjalan relatif lancar sampai akhirnyah ….. prahara itu datang….

zoominzoomout

Sekitar dua minggu setelah lahiran, mulailah muncul musuh nomor satu para ibu, yaitu LECET PUTING. Terdengar sepele ya.

“Yaelah lecet doang, nanti kan sembuh sendiri, nggak sakit-sakit amat.”

Demikian kudengar sahutan dari kejauah.

SAYANGNYA TIDAK DEMIKIAN JULEHA.

Akibat lecet puting ini, aku akhirnya mampu merasakan segala letih, lelah, lesu, lemah, lunglai, sakit, nyeri, perih yang tidak terasa (atau ditahan) sejak awal lahiran. Percaya deh sama Sist Ida ini bahwa sakit melahirkan itu nggak ada apa-apanya dibandingkan sakit menyusui saat puting lecet. Gini deh bayangkan tumit Anda lecet karena sepatu lalu ada yang iseng nyolek-nyolek tapi Anda tidak boleh protes dan ngeluh dan harus nerima colekan itu sebagai kodrat Illahi kalau nggak Anda masuk neraka karena sudah mendzalimi anak karena tidak memberikan haknya padahal anak nggak minta dilahirkan karena Anda yang mau punya anak.

Gitu.

Gimana? Udah pusing? Fufufufu.

Intinya, sebagai seorang ibu, meskipun tubuhmu babak belur, kamu harus siap untuk anak. Jadi, meskipun putingku lecet, aku harus tetap menyusui Aden. Mantapnya lagi, namanya juga newborn dan bayi laki-laki pula, Aden bisa nenen sejam sekali dengan durasi 15-20 menit.

Ibu-ibu yang mengalami lecet puting pasti tahu deh rasa sakit dari lecet-puting-tapi-kudu-tetep-nenenin-anak itu dari ujung kepala sampai ke ujung kaki dan menembus ke dalam perut. Nah kondisi ini mengantarkan aku ke dalam pusaran cengkraman baby blues.

Kayak gimana tuh?
Setiap malam aku menangis tanpa bisa ditahan, apalagi berhenti. Anak bangun, nangis mau nenen, aku pun ikutan nangis sambil nenenin, lalu kami berdua nangis bersama-sama. Sungguh ibu dan anak yang kompak sekali….

Di saat rasa sakitnya udah membuat aku lelah dan pingin berontak, setiap kali Aden bangun, aku langsung ketakutan, marah, kesel, benci sama keadaan dan kondisi yang nggak berubah-ubah ini. Namun, balik lagi, aku harus menyusui Aden karena itu adalah kewazibanku. Maka, kembali lagi, aku nenenin sambil nangis, jejeritan, nyubit suami, dan ngagerung bak motor Valentino Rossi yang udah mulai tergeser posisinya sama pemain muda. Efek sakit puting ini jadi ngabalerang alias melebar ke mana-mana. Aku jadi gampang kesal, gampang marah, dan gampang meledak. Untungnya … nggak untung juga sih …. kemarahan aku nggak pernah aku lampiaskan ke anakku, yang jadi korbannya ya orang sekitar.

Aku pernah loh nggak sengaja ngebentak suamiku karena nenenin sambil kesakitan, lalu topi Aden jatuh, dan suamiku, barijeung lilir dan lulungu tea, mau masangin lagi topinya tapi nggak bener soalnya belio peureummm. Kan hamba kesel ya. Udahlah sakit, eh lihat suami bisa tidur dengan santai. Meledaklah emosi hamba, lalu pundunglah belio. Huhuhu.
Pernah juga aku ngeluh ke Mamah, lalu dipapatahan tapi akunya nggak bisa nerima, lalu aku ngebanting pintu. Alhasil Mamah pundung. Terus aku menyesal, tapi tetap, rasa frustasi itu balik lagi, nggak hilang.

Yah namanya juga lagi sakit jiwanya ….

Aku bukannya nggak ikhtiar ya pemirsahhh. Semua cara yang diomongin sama Mamah, kakak, dokter, paraji, tetangga, Mamah Dedeh, udah aku lakukan. Dari mulai oles puting pakai minyak kelapa, minyak zaitun, kunyit dikasih minyak kelapa, kunyit dikasih minyak zaitun, salep Momilen, sampai kunyahan binahong …. ALHAMDULILAH … tidak membuahkan hasil karena memang kesalahannya itu ternyataaaa terletak pada teknik alias metode nenenin, bukan di puting.

Setelah curhat berurai air mata pada sahabatku si Nyimnyim, akhirnya aku bisa konsultasi pada konselor laktasi yang tak lain tak bukan adalah sepupuku sendiri, Zahra. Fufufufu.

Apakah aku excited untuk konsultasi padanya?

Awalnya nggak … biasa aja … karena …. hamba tidak tahu konselor laktasi itu apa. Sungguh, baru dengar deh ada profesi konselor laktasi. Pikirku, “Emang si konselor laktasi ini ngapain? Kenapa ada konselor laktasi segala kan ada bidan sama dokter anak. Kalau ada konselor laktasi, bidan sama DSA itu ngaphaen dong?”

Fufufufu. Udah mah nggak tahu apa-apa, jemawa pula Sist Ida ini 🙂

Namun, aku berniat konsultasi aja karena udah desperados banget. Kayaknya disuruh ngolesin tai kotok juga mau deh.

Di hari pertama konsultasi, Zahra dan suaminya (harus disebut, takut ybs protes karena ditiadakan dari timeline cerita), mampir sembari nengok Aden. Aku cuma sempat nanya cara nyembuhin puting lecet dan dikasih tahu metode nenenin yang baik dan benar. Sayangnya Aden lagi bobo jadi aku nggak bisa praktik langsung. Namun nggak sia-sia sih karena berbekal ilmu dari Zahra, aku udah mulai bisa membayangkan pelekatan yang benar. Meskipun teuteuuupppp aku stress nan frustasi karena nggak ada yang bisa menilai langsung apakah pelekatan aku sudah benar atau belum. Paham bahwa aku belum benar-benar mahir dalam pelekatan, aku minta tolong lagi sama Zahra. Di sela-sela kesibukannya, Zahra mau meluangkan waktunya di hari Senin.

Tibalah kami di hari keramat itu …

DoFeMbzU4AAeraJ

Di pertemuan ini, aku sengaja nggak nenenin Aden sampai kenyang agar supaya doi kooperatif, mau mangap selebar-lebarnya pas praktik. Sebelum praktik, Zahra menjelaskan dengan detail dulu teori dan metode nenenin yang benar. Alhamdulillah Zahra sabar banget menghadapi aku yang rusuh karena ingin segera bisa. Aku pun langsung mempraktikkan ilmunya pada sebuntal daging yang sudah kelaparan. Sambil nenenin Aden, kami ngobrol-ngobrol seputar persusuan. Dari Zahra aku tahu bahwa teman-teman seangkatannya saat kursus konselor itu ternyata kebanyakan dokter dan bidan. Nahlooo berarti selama ini memang ilmu menyusui itu masih belum banyak dipelajari ya. Nggak semua bidan dan DSA adalah konselor laktasi yang paham serba-serbi menyusui. Hal ini sesuai dengan testimoni Zahra, yang awal mula terjunnya dia ke dunia perkonseloran adalah karena masalah menyusuinya yang lebih berat, dan temanku yang lain, Nadiya. Selain itu, Zahra pun berbagi tips memompa ASI dengan menggunakan tangan, juga tips memperlancar produksi ASI yang ternyata super simpel: rajin nenenin dan bahagia. Yha, ternyata mau secanggih apapun booster ASI yang digunakna ibu, kalau stress dan jarang nenenin, niscayaaaa produksi ASI akan berkurang. Dari Zahra juga aku tahu bahwa ASI itu hidup. Maksudnya, formula ASI itu disesuaikan dengan keperluan bayi. Jadiiii, kandungan ASI pagi hari dengan siang hari bisa sangat berbeda tergantung pada kebutuhan bayi. Masya Allah … makanya nenenin langsung itu metode terbaik buat ngasih ASI ke bayi. Manfaat nenenin itu bukan cuma buat bayi, tapi juga buat ibunya. Salah satunya bonding ibu dengan anak. Asli loh, meluk Aden itu bukan sekadar kewajiban, tapi kebutuhan. Setiap meluk Aden, aku merasa aman, damai, tenteram, dan bersemangat. Banyak banget deh serba-serbi pengetahuan perASIan yang aku dapat dari Zahra. Emang beda ya kalau konsultasi ke konselor laktasi, ilmunya dalam. Pokoknya super berfaedah sekali lah pertemuan kami di kala itu fufufu.

Alhamdulillah semenjak itu, aku jadi semakin luwes melakukan latch on yang tepat. Memang butuh proses yang tidak mudah dan tidak sebentar. Aku harus konsisten melakukan langkah-langkah nenenin yang tepat meskipun Aden udah ngadat kelaparan. Kalau nggak gitu, Aden akan lupa lagi cara nenen yang benarnya. Ribet? Sangat. Namun worth it banget! Luka lecet aku perlahan tapi pasti sembuh menuju kegemilangan. Nggak ada deh jerit-jerit, gegerungan, dan uraian air mata setiap kali nenenin lagi. Nenenin Aden pun jadi momen yang menyenangkan dan menenangkan. Yup, memang seharusnya momen menyusui itu jadi momen membahagiakan untuk para ibu. Sumpah deh aku menyesal nggak belajar dari dulu soal pelekatan ini.

Apakah drama persusuan ini sudah selesai?

Oh tentu belum dong. Ada drama lain yaitu penyumbatan saluran ASI. Rasanya gimana? Senggol bacok sist huhuhu. Aslinya. Alhamdulillah Zahra bisa diminta konsultasi via Whatsapp jadi aku bisa segera menangani penyumbatan saluran ASI ini.

Satu hal yang bikin aku percaya sama pengetahuan dia adalah ketidakraguannya untuk bilang ragu saat dia ragu. Fufufufu. Jadi gini pemirsa. Ada orang yang merasa berilmu dan merasa serba tahu segalanya. Alhasil, dia berani mengomentari hal yang nggak dia pahami. Nah kalau orang berilmu beneran biasanya tahu batasan diri. Contohnya Zahra ini. Saat aku tanya perihal penyumbatan ASI, Zahra agak ragu karena dia nggak meriksa langsung. Coba deh tanya juga para dokter, mereka pun nggak akan berani mendiagnosa via Whatsapp doang. Namun alhamdulillah dugaan Zahra betul bahwasannya ada penyumbatan di payudara dan aku bisa mendapat penanganan yang tepat.

Selain soal persusuan, Zahra juga bisa banget ditanya-tanya perihal gendongan bayi. Sebelum beli gendongan bayi, aku selalu tanya Zahra dulu. Zahra nggak akan langsung rekomendasi merk dan jenis gendongan, dia pasti nanya budget kalian dulu karena memang kemampuan finansial dan selera orang kan beda-beda ya. Sekarang aku udah punya tiga jenis gendongan, kain jarik yang dibelikan Mamah Echin, baby wrap Mikhadou dan SSC Cuddle Me. Alhamdulillah kepake semua. Favorit aku saat ini sih Mikhadou karena SSC belum bisa dipakai, harus nunggu Aden 7 kilo dulu. Kalau dari tingginya sih sepertinya udah memadai karena Aden nggak tenggelam dalam SSC.

Kembali ke topik utama.
Lagi-lagi, apakah drama menyusui ini sudah selesai?
Lagi-lagi lagi, belummmm.
Masih banyak drama menyusui lainnya yang insya Allah akan dialami sebagian besar ibu menyusui.
Yha, menjadi ibu itu sulit.
Sesulit menemukan MU di klasemen hari ini fufufufufufufufufufu.
DooN2WIU0AEld_O

Jadi pesan moral apa saja yang bisa aku bagikan melalui kisah seputar drama lecet puting saat menyusui ini? Simak daftarnya di bawah ini. Nomor 7 akan membuatmu terkejut.

  1. SELALU oles ASI ke area puting sebelum dan sesudah menyusui.
  2. Belajar pelekatan yang benar. Kalau nggak bisa belajar otodidak, silakan cari bantuan pada yang ahli. Bisa ke DSA atau bidan yang merangkap konselor laktasi, atau konselor laktasi di kotamu, atau di area terdekat. Kalau kebetulan pembaca ada yang tinggal di Jabodetabek, bisa minta tolong ke Zahra. Cek aja nomor kontaknya di profil Instagram-nya.
    “Tapi aku belum hamil.”
    “Tapi aku belum meniqa.”
    “Tapi aku laki-laki.”
    Nggak apa-apa. Bukan masalah. Carilah ilmu menyusui sebanyak-banyaknya sedari dini agar kalian nggak perlu mengalami drama menyusui yang bisa dihindari. Buat para suami, menyusui ini tanggung jawab kalian juga loh. Yuk bantu istrinya untuk bisa dan segera menikmati momen menyusui.
  3. Jangan ragu cari pertolongan saat kamu sudah merasa lelah, letih, dan tidak kuasa menghadapi semua ini. Jadi ibu itu menguras tenaga dan kewarasan. Jangan ragu buat merasa capek karena emang capek, tapi jangan hanya ngeluh aja, cari bantuan. Aku tahu bahwa aku harus segera cari bantuan setelah sadar bahwa aku udah nggak mampu mengendalikan emosi. Sesibuk-sibuknya kalian, harus tetap aware sama kondisi psikologi diri. Bukan manja atau nggak bersyukur, tapi kewarasan ibu itu nomor satu. Kalau ibunya kenapa-kenapa, dijamin anak juga nggak tenang. Kalau anak rewel, kan makin stress. Begitulah terus lingkaran setannya, nggak akan berakhir kalau nggak diputus segera.
  4. Tetaplah berusaha buat nenenin meski semenyakitkan dan seribet apapun. Kalau belum mencoba 1000 cara untuk nenenin, janganlah pindah ke sufor dan dot. Bahaya sufor dan dot bisa dicek di highlight Instastory Zahra ya. ASI itu makanan dan minuman terbaik untuk bayi. Memang besar sekali perjuangan ibu dalam memberikan yang terbaik buat anak. Ada banyak ambisi dan cita-cita yang aku korbankan demi bisa menyusui Aden secara langsung alias direct breastfeeding. Namun insya Allah hasilnya sepadan sama perjuangan. Aku selalu berkeyakinan bahwa Aden nggak minta dilahirkan ke dunia, ibu bapaknya yang mau. Sekarang Aden udah ada di dunia, masa mau membesarkan dia dengan seenaknya? Kasihan amat anak Imma … Semangat ya busui. Insya Allah diganjar pahala luar biasa besar.

Udah segitu aja. Nggak usah banyak-banyak kan bukan lagi bikin tesis fufufu.

Terus mana nomor tujuh na Tutiiiii hhhhhh.

Demikian posting-an aku kali ini. Sangat berfaedah bukhannn? Insya Allah posting-an selanjutnya pun akan lebih berfaedah lagih. Anyway udah subscribe belum nih? Kalau belum, subscribe yukkk hihihi #shameless

Sekian ya pemirsa. Sampai jumpa lain waktu.

Wassalamu’alaikum 😀

Aku dapat meme dari sini