Halo semua, jumpa lagi blog yang update-nya angin-anginan hwehehehe. Jangan cari tahu kapan blog ini terakhir update, malu sekali akuh huhu. Sebenarnya bukan karena sibuk-sibuk amat, tapi lebih ke nggak nyempetin hauhauhau. Memang sih ngasuh toddler sendiri itu sungguh menyita waktu dan tenaga, tapi kalau memang ada niat dan tekad, pasti aku cari waktu buat nge-post. Lah ini kan nggak, emang pangedulan aja nih Ibu Ra’idah.
Sekarang pun aku nulis lagi karena menurut aku dunia harus tahu drakor ini! Harus ikutan mleyot! Harus nonton sekarang juga! Harus dengerin sontreknya! Harus teringuk-inguk juga!
Yuk ah langsung aja kita bahas ~
Adem yeee ~
Bagi pengikut setia percogan-an perdrakoran, nama Seo In Gook pasti sudah tidak asing lagi ya. Aku nonton drama dia yang Shopping King Louie dan karakternya sungguh gek-gek sekali. Menurut aku pribadi nih, karakter-karakter dia memang tidak loveable dan bikin-esengsem-able, makanya jujur aku nggak ngikutin drama dia. Drama terakhinya setahu aku adalah The Smile Has Left Your Eyes yang katanya berakhir tragis, makanya aku nggak nonton.
Park Bo Young, on the other hand, adalah aktris yang karya-karyanya cukup aku ikuti dan nikmati. Dramanya yang paling berkesan menurut aku adalah Strong Woman Do Bong Soon. Sampai sekarang aku nge-ship Park Bo Young dan Park Hyung Shik, dan nggak bisa nge-ship Bo Young unnie sama babang In Gook, saking setianya aku.
Pokoknya aku yakin, Park Park couple akan berlayar dan suatu saat nanti akan mengumumkan hubungan mereka. Halu banget emang tapi gratis ini ya kannn.
Sinopsis Doom at Your Service (DAYS)
DAYS bercerita tentang Tak Dong Kyung (mbak Bo Young) yang divonis hidup setidaknya satu tahun lagi. Cobaan hidupnya seakan nggak berhenti menerpa, dari mulai pacarnya yang ternyata pria bersuami, adiknya yang naif dan menganggur, dan pekerjaannya yang melelahkan. Di titik nadirnya itu, dia berharap dunia hancur lebur. Harapannya didengar oleh mas mul Myul Mang (babang In Gook) si penghancur, yang juga punya masalah dengan manusia.
Myul Mang yang bertugas memberi kehancuran pada dunia hanya melihat manusia di titik terburuknya saja, dan tidak memahami keindahan dunia. Dia ingin menghancurkan dunia, tetapi dunia tidak dapat hancur kecuali atas permintaan seorang manusia.
Tak Dong Kyung adalah jalan Myul Mang untuk menghancurkan dunia. Myul Mang adalah harapan terakhir Tak Dong Kyung di dunia. Keduanya terlibat takdir yang tidak bisa terhindarkan satu sama lain.
Adeuuuyyyyy gitu eaaa.
Sepintas, DAYS ini vibesnya setipe sama Goblin (ahjussi Gong Yoo aaaakkkkk). Wajar aja sih karena genre-nya sama, roman fantasi yang menceritakan kisah asmara antara manusia dan makhluk lelembut alias dewa. Dewa yang ditampilkan pun sungguh membuat mleyot karena kecaemannya kekuatannya hehe.
Yha seperti drakor pada umumnya lah, DAYS ini akan membuat pemirsa teringuk-inguk berkat trik script, trik kamera, pencahayaan, dan me’ap yang kece badai. Coba kalian perhatikan, penampilan Mas Mul selalu tampak rapi, keren, dan bergaya. Tiap habis tiduran, rambutnya nggak ada tuh yang berdiri-berdiri. Wajahnya senantiasa bersinar bebas kusam. Bajunya sudah jelas mahal-mahal. Yha jelas sekali tim produksi benar-benar memperhatikan penampilan Mas Mul agar kita semua terpesona dibuatnya.
Dan usaha tersebut berhasil.
Kalau kata Pablo Neruda mah “Lalu hanya satu kata, satu senyuman, cukup sudah”.
Selamaaaaattt buat tim produksi DAYS! 🎊
Anyway, romantisasi hubungan antara manusia dan lelembut dalam DAYS pun sukses mengharu-biru meskipun sebagian besar penontonnya pasti can’t relate.
Yha bayangkan saja malaikat Izrail nongol depan pintu Anda, Mleyot ❌ Memohon ampunan Illahi meskipun sudah terlambat ✅✅
Atau semisal ada siluman naksir dan ngajak nikah diriku Mleyot ❌ Minta dirukiyah 😭 ✅✅
Aku pernah baca di artikel mana gitu bahwasannya drama ini bukanlah cerita tentang kematian, melainkan cerita tentang kehidupan.
Di awal cerita, dua tokoh utama terlihat tidak menghargai hidup yang sedang mereka jalani. Dong Kyung hidup biasa saja tanpa merasa hidupnya berharga. Aku rasa Dong Kyung ini mewakili kita semua yang baru menganggap sesuatu berharga setelah telah atau akan kehilangannya. Sementara itu, Mas Mul ingin mati karena muaq terhadap kehidupannya. Aku pun relate dengan Mas Mul karena kondisi Indonesia yang lagi nggak baik-baik saja saat ini 😭 Tapi jujur kalau mati mah belum siap sih 😭 maunya pindah ke New Zealand aja 😭
DAYS ini alurnya lambat, yang sebenarnya bukan tipe drama/film favoritku. Namun demi Seo In Gook aku bertahan lambatnya alur DAYS memang ada maknanya : kehidupan itu berjalan pelan, mengalir, dan tidak perlu terburu-buru.
Lima episode awal fokus menceritakan tentang pondasi hubungan Dong Kyung dan Mas Mul. Ya standar lah, benci jadi cinta. Tidak seperti Dong Kyung yang benci dulu, kita-kita mah langsung gaskeun jatuh cinta sama Mas Mul 😍.
Pertengahan episode baru deh terlihat bibit cinta dan kegalauan kedua belah pihak. Dong Kyung dan Mas Mul mulai memahami satu sama lain, dan hal inilah yang membuat hati mereka terbuka. Emang bahagia banget sih kalau ada yang bisa memahami aku, apalagi kalau orangnya seganteng bapak Yuma.
Bismillah gamis baru 🤲
Di lima episode terakhir, di detik-detik Dong Kyung merengkuh kematiannya, DAYS berjalan lebih lambat lagi. LAgi-lagi, tentu ada maksud dan tujuannya. DAYS ingin memperlihatkan bahwa aktivitas sederhana seperti makan, bercakap-cakap, berjalan-jalan, memandang langit dan pemandangan sudah cukup untuk mengisi hati kita dengan kebahagiaan.
Menurut DAYS, kamu tidak perlu memiliki pencapaian besar atau mengalami peristiwa luar biasa untuk menganggap hidupmu berharga. Yang penting, kamu memiliki orang terkasih untuk berbagai kenangan. Jadi it’s okay kalau kamu menjalani kehidupanmu dengan biasa saja, gitu-gitu aja, tidak spesial, tidak mendatangi tempat / melakukan hal istimewa seperti yang kita lihat di IG para pejabat, aktris, selebgram, maupun kenalan kita. Hal tersebut tidak mengurangi nilai dari kehidupan kamu.
DAYS pun menekankan bahwa keluarga adalah orang yang paling tepat untuk menjadi rekan berbagi kenangan. Siapapun bisa jadi keluarga, tidak selalu perlu saudara kandung. Dong Kyung punya adiknya, bibinya & suaminya, sahabat satu-satunya, dan tentu saja Mas Mul. Sedikit memang, tetapi semuanya menyayangi Dong Kyung sepenuh hati mereka.
Hingga akhir episode, DAYS konsisten dengan pesan ini : hidupmu berharga, dan akan semakin membahagiakan saat menemukan orang yang tepat. Temukan dan jaga orang yang kau cintai, sebab sepi sungguh menyakitkan. Sebelum bertemu Dong Kyung, Mas Mul adalah sosok kejam dan tidak memiliki kasih sayang. Setelah jatuh cinta, akhirnya dia jadi dangdut juga. Mas Mul : 😠😒😏 Kim Saram : 🥺🥰☺️🤗 Namun toh Mas Mul menganggap pengorbanan dan perubahan dirinya sepadan dengan pertemuannya dengan Dong Kyung. Jatuh cinta pada Dong Kyung membuatnya menemukan tujuan hidup, hal yang tidak semua orang miliki. Saat Mas Mul punya tujuan hidup, barulah ia paham bahwa kehidupan itu menyenangkan dan membahagiakan.
Pesan-pesan dalam DAYS ini dihantarkan dengan cara yang memanjakan mata, yaitu pemandangan Seo In Gook dan Lee Soo Hyuk alam Korea yang aduhai indahnya. Selalu salut sama drakor yang serius ingin mempromosikan pariwisata dan budaya Korea ke seluruh dunia. Padahal di Korea juga ada tempat lusuh dan kumuh, tapi di drama ini hanya ditampilkan yang indah-indahnya sajah ~
Kebanyakan penonton kecewa juga karena nggak ada scene pernikahan, padahal itu dua makhluk udah ngajak nikah dari episode kapan tau. Menurut aku sih drama ini bukan mau PHP cem gemini, tetapi mau menampilkan pesan bahwa happy ending tidak hanya bisa diwujudkan dengan pernikahan. Ayok mamak-mamak muda pasti setuju kan nikah itu bukanlah happy ending, melainkan perjuangan yang neverending hauhauhauhau 😭👍 Cuma kalau berdasarkan standar emak-emak senior Indonesia ya emang kurang sreg aja gitu kalau nggak nikah.
Yang bisa kita pelajari dari Na Ji Na …
Kisah Dong Kyung dan Mas Mul sudah cukup rumit, jadi wajar banget kalau penulis tidak menambahkan konflik lain. Bisa sakit kepala penonton dibuatnya. Nah sebagai gantinya, DAYS menghadirkan kisah cinta segitiga pada second lead couple, yaitu Na Jina, Lee Hyun Kyu, dan Cha Joo Ik. Premisnya klasik tetapi komleks, sepasang sahabat jatuh cinta pada gadis yang sama.
Jujur aku nggak pernah relate sama premis ini. Seumur-umur sahabatan sama si Nyim-nyim, alhamdulillah belum pernah naksir pria yang sama. Kata aku gebetanku ganteng, kata dia mirip ririwa. Begitu pun sebaliknya. Kalau kasus cowok naksir aku lalu pindah naksir si Nyim-nyim sih ada yha, tapi kami berdua hare-hare dan malah prihatin terhadap sang cowok 🤣 Cumaaaaa kalau perkara susah move on, oh tentu aku relate 100%.
Duh euy dulu pas susah move on kayak nggak ada laki-laki lain aja di dunia ini. Sekarang mah malu sendiri asli 🤣
Dari Na Ji Na kita belajar bahwa susah move on itu bukan disebabkan oleh masih cinta, tapi oleh rasa penasaran. Terjebaknya Na Ji Na di masa lalu disebabkan oeh tidak adanya penyelesaian jelas antara dia dan Hyun Kyu. Ya iya lah, si Hyun Kyu tiba-tiba hilang alias jadi kang ghosting. Jelas Na Ji Na jadi bertanya-tanya, apa salahku apa salah ibuku ~ Pertanyaan tersebut tidak terjawab hingga hampir 10 tahun lamanya. Selama 10 tahun itu, Na Ji Na hanya dapat menduga-duga. Jahat emang si Hyun Kyu.
Namun akhirnya Na Ji Na mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaannya dan dia pun bisa move on dengan cepat. Ya masa sih nggak mau move on, ditungguin sama Lee Soo Hyuk loh itu.
Jadi, kalau teman-teman pembaca belum ada yang move on nih, mungkin kamu bukan masih sayang atau masih cinta banget sama orangnya, tetapi pada kenangan antara kamu dan dia, juga pada ingatanmu mengenai sosoknya. Sementara itu, orangnya sendiri mungkin sudah berubah 180o. Go get your closure then move on, guys ~
Akhir kata, aku DAYS adalah drama mengenai kehidupan yang seringkali tak kita sadari nilainya. Jangan sampai kamu harus meregang nyawa terlebih dahulu untuk menyadari bahwa kehidupanmu berharga
Akhir tahun adalah waktu yang tepat untuk mikirin resolusi tahun depan
introspeksi setahun belakangan liburannnn!
Aslinya deh, dari mulai tanggal 1 Desember, hawa-hawa mager sudah menyerang relung batin ini karena udah nggak sabar untuk liburan selama satu tahun. Eaaa jokes emak-emak banget nih. Usia emang nggak bohong ya bunda.
Ngomong-ngomong soal usia nih, aku kayaknya udah nggak ada daya dan upaya kalau harus liburan dengan jadwal padat. Niat sih ada yaaa, tapi begitu membayangkan panasnya, repotnya, capeknya, rudetnya … apakah tida ingin rebahan saja?
Makanya liburan yang sesuai dengan kemalasanweton karakteristik aku banget itu ya staycation. Motto hidupku adalah
Staycation is love,staycation is life.
Siapa sih yang nggak mau leyeh-leyeh di kamar hotel yang nyaman, menikmati pemandangan yang sejuk dan indah, bersenda-gurau bersama suami dan anak tercinta sambil menanti waktu makan? Makan pun tinggal ammmmm dan pasti lezat bergizi karena dimasak oleh chef terlatih, plusss aku nggak perlu repot-repot putar otak dan ubek-ubek kulkas ~ Selain itu, aku juga nggak perlu cuci piring dan perabotan bekas masak, nggak perlu beresin kamar yang berantakan, ya paling mikirin cucian aja karena nggak ada budget buat londri…
But still: Oh indahnyaaaa duniaaaa ~
Eh jadi ingat nih. Sebenarnya keluarga mungilku sempat menginap di hotel bersama-sama, tetapi sayangnya bukan dalam rangka liburan yang Instagram-able, melainkan menemaniku mengikuti seminar. Yha, seminarcation.
Keren dan high educated banget sihhh emang kesannya, tapi rasanya sama sekali nggak menyenangkan. Belum apa-apa, aku udah dilanda gegana karena belum tentu biaya hotel kami ditutup oleh pihak kampus. Namun pemesanan hotel nggak bisa dibatalkan jadi terpaksa kukocek uang tabungan. Pikirku saat itu, “Yasudah nggak apa-apa, itung-itung liburan bersama suami dan si bayi” alias modal nekat aja tjoy. Untung suami ngasih lampu hijau, kalau nggak siap-siap diazab Yang Maha Kuasa.
YA GIMANA NGGAK NGIZININ LHA WONG PAKE UANG AKOH 😦 Eh tapi alhamdulillah deng biaya akomodasi seminarcation itu diganti full oleh dosenku. Terima kasih ibok dospem-ku tersayanggg! Terima kasih juga atas izinnya, suamiii.
Salam sayang dari objek penelitianq
Anywayyy, aku sangat mengingat momen seminarcation tersebut seperti baru terjadi kemarin.
Koper yang dipenuhi peralatan si kecil.
Makan malam nasi goreng pedagang kaki lima karena tidak sanggup memesan makan malam di hotel.
Sarapan yang tergesa-gesa karena harus mengejar jadwal seminar.
Puncaknya, seminar sambil menggendong puteraku yang terlanjur tidur di pelukanku dan tidak bisa dioper pada ayahnya.
Alhamdulillah, nggak nyangka bisa lulus S2 bareng anak. So happy ~
Bagiku yang, jujur aja, aku belum sempat istirahat sama sekali dari bahkan sebelum menikah, seminarcation ini akhirnya menjadi oase di tengah padang tandus yang saat itu sedang kulalui. Unta kali ah, melalui padang tandus segala ~
Eh tapi serius loh, setelah menikah, duh boro-boro bulan madu deh, aku harus langsung berkelana ke Depok untuk menyusun lembaran tesis. Dalam perjalanan menyusun tesis, alhamdulillah kami langsung dititipi buah hati. Bahagia? Tiada dua, tapi risikonya, aku harus menyusun tesis sambil menumbuhkan seorang putera di rahimku. Berkat pertolongan Allah swt., aku berhasil lulus sidang dengan perut bubureyengan karena udah hamil 7 bulan. Selesai sidang, aku masih berkutat dengan revisi tesis yang tidak sempat kutuntaskan karena anakku lahir ke dunia di usia kandungan 8 bulan. Hampir saja anakku lahir prematur karena masa kehamilan yang berat.
Udah? Belum dong.
Di tiga bulan pertama usia bayiku, aku masih harus menyelesaikan artikel seminar sebagai syarat kelulusanku. Selanjutnya, aku harus menyeminarkan artikel tersebut di seminar internasional. Selesai perkara tesis dan seminar, aku langsung menjadi ibu rumah tangga yang mengasuh anaknya sendirian, dari mulai lap pantat sampai nina boboin.
What. A. Life. Right?
Eh … ibu rumah tangga? Asik donggg bisa leyeh-leyeh di rumah, nggak usah kerja, tinggal nunggu uang dari suami aja hehehehe.
Tunggu dulu, tidak semudah itu Markonah.
Kenyataannya memang, profesi ibu rumah tangga seringkali dianggap sebelah mata karena kami full ada di rumah dan nggak menerima gaji. Malah ada juga yang tega menganggap kami ini sebagai pe-ngang-gur-an yang bisanya ngabisin uang suami doang. Hehehe. Ya nggak apa-apa sih, untung aku berkepribadian santuy dan selow, jadi nggak esmosi, cuma kasian aja sama yang wawasannya sempit, minim empati dan simpati, juga sok tau dan asal jeplak aja tolong kondisikan ya lambey-nya!
AKU NGGAK MARAH KOK INI GAES.
FYI, kami sama sekali nggak nganggur, apalagi kalau udah punya anak. SYARE PUN HESE PEMIRSAAAHHHH. Nih aku jabarkan deh apa yang harus kami, para ibu baru dan ibu rumah tangga rasakan. Pertama, adaptasi sebagai ibu yang sangat menguras akal sehat. Nah masalahnya, kami harus adaptasi di SETIAP perkembangan anak. Jadi nih pertama adaptasi pada newborn, terus adaptasi MPASI, terus adaptasi toddler. TEU BERES-BERES INI ADAPTASINYA PEMIRSAHHH. Hari baru, bahan ceungceurikan baru. Believe me, it’s not getting easier, we’re getting stronger! Selanjutnya, tentu sajahhh pekerjaan rumah yang seakan tidak habis. Habis cuci piring, lanjut nyapu, lanjut masak, terus nyuapin anak, muncul lagi deh perabotan yang harus dicuci dan lantai yang harus disapu plus dipel karena anak dengan indahnya ngeawur-awurin makanan dengan riang gembira penuh suka cita sementara mamak hanya bisa elus dada. Hhhhhh …
Tahan … tahan … tahan….
Tidak lupaaa, lupa nyinyiran dari orang terdekat, suami yang nggak ngerti repotnya menjadi ibu dan istri, juga komen asal warga sekitar yang sebetulnya mungkin nggak berniat buruk, tapi tetap nyesssss di hati. Nggak seorang dua orang loh yang menyayangkan keputusanku untuk jadi ibu rumah tangga, padahal lulusan S2. Hehehehehe. Padahal kan wanita berhak memilih apapun sesuai keinginan dan kesanggupannya.
Makanya gaes, ibu rumah tangga pun sangat amat membutuhkan liburan! Malahan menurutku, we need it the most! Salah satu keuntungan working mommy menurutku adalah punya distraksi saat mumet urusan anak, juga punya teman ngobrol. Sementara ibu rumah tangga cuma bisa ngobrol sama anak yang masih aa uu oe oeeeee.
Nah saat seminarcation lalu, kami menginap di hotel dekat UPI, yang nggak jauh dari Lembang. Saat itu aku cuma membatin, “Padahal nginep di hotel dekat Lembang, tapi nggak liburan. Hehehe. Nggak apa-apa. Aku kuwadh.”
Mungkin terdengar mainstream, tetapi aku benar-benar ingin mengunjungi tempat wisata di Lembang. Lucu sekaligus menyedihkan, aku kuliah hampir 5 tahun di Bandung, tapi belum pernah liburan ke Lembang, sekalipun.
Saking nggak tahunya, aku bahkan mengangap Farmhouse dan Floating Market itu tempat yang sama.
Kok bisa sih belum pernah ke Lembang?
Yah mau gimana lagi, aku nggak sanggup kalau harus bermacet-macetan di akhir pekan. Belum lagi aku suka mengalami disorientasi ruang dan waktu kalau melihat lautan manusia. Ngeri beud. Berasa terombang-ambing di tengah tawuran.
“Aku di mana? Aku siapa? Kenapa aku ada di sini? Mereka siapa? Ini Arsenal belom juga juara Liga Cempyen teh? Arekan moal euyyy jadi klub bola teh?“
Dengan kondisi itulah aku memutuskan staycation adalah tipe liburan yang palinggg cocok dengan hatiku yang lembek macam kembang tahu ini. Kalaupun mau liburan ke Lembang, mari kita liburan saat weekdays dan dari pagi-pagi sekali biar nggak terlalu ramai.
Bandung memang memiliki sejuta hotel untuk staycation, tetapi nggak semuanya bisa memuaskan ekspektasimu. Supaya nggak salah pilih hotel, aku mengandalkan aplikasi OYO Rooms yang menyediakan pilihan hotel terjangkau untuk berbagai kebutuhan. Kalau menurut website-nya sih OYO Rooms menghadirkan enam kategori pilihan, yaitu OYO Rooms, Flagship, Capital O, Collection O, dan Spot On. Berhubung aku ingin berlibur dengan keluargaku, Capital O adalah kategori yang paling pas karena menyediakan hotel premium dengan kamar yang luas. Mau pasang tenda di lantai kamar sekalipun, pasti bisa deh. Asal jangan bakar api unggun aja, bisa berakhir nginep di hotel prodeo nanti kakanda dan adinda beserta ananda …
Di Bandung, OYO Rooms menyediakan total 79, dengan hotel kategori Capital O berjumlah 7 hotel. Pilihan yang cukup, menurutku, nggak terlalu banyak ataupun sedikit. Kebayang kalau pilihannya ada 639 hotel, bisa-bisa anak aku keburu masuk SD baru bisa milih hotel yang diinginkan 😦
Harganya? Oh you’ll love it, guys! OYO Rooms punya berbagai pilihan harga hotel yang bisa disesuaikan sama budget kamu. Di daerah Lembang misalnya, hotel yang sesuai sama kategori pilihanku cuma bertarif Rp300rb-an ke bawah! Padahal harga hotel saat seminarcation lalu itu mencapai Rp700 ribu lebih donggg.
Duh masih susah nelen aja nih bunda Ra’idah kalau ingat pengeluaran tak terduga dan tak dinyana itu huhuhu. Ya memang sih diganti, tapi tetap aja nyesek kalau ternyata bisa lebih murah hahaha. Namanya juga emak-emak.
Teruussss, seakan masih pingin lebih keren lagi, OYO Rooms bahkan bisa lebih murah lagi karena sering banget bagi-bagi diskon. Bayangkan kalau dapat diskon 70%, wah … betah deh ngontrak di hotel juga hehehehe.
Suamikuhhhhh ~
Yuk ah beb kita ngontrak di hotel
Nah mari kita berangan-angan pemirsa. Kalau dapat kesempatan staycation selama satu minggu di Lembang, aku mau ngapain aja nih? Jangan salah, aku bahkan udah bikin jadwalnya dong. Revolusioner dan progresif banget nggak sih? Teladan-able memang aku.
Hari 1
Bobo – mamam – main – rebahan – mamam – main – bobo
Hari 2
Keliling hotel, silaturahmi sama seluruh jajaran karyawan hotel dan penghuni kamar lain. Sukur-sukur dapet koneksi bisnis atau kerjaan. Yah rezeki mah kan nggak ada yang tahu.
Hari 3
AYO MAIN KE FARMHOUSE! But first, bungkus dulu menu sarapan hotel buat bekel hauhauhau. Nggak dongss, budget makan siang insya Allah leluasa karena udah dibantu sama diskon hotel. Nyaw!
Nggak mau ribet, aku akan melaksanakan aktivitas mainstream dan kekinian para pengunjung Farmhouse, yaitu:
– Foto-foto di rumah Hobbit, barangkali dapat inspriasi buat desain rumah nanti.
– Foto-foto sama hewan ternak di sana. Jangan lupa kondisikan anakku, takut tiba-tiba ngegaplok landak kan repot mamak …
– Foto-foto mengenakan gamis dengan kearifan Eropa.
– Foto-foto terooosssss sampai memory card-nya habis ~
Hari 4
Istirahat. Memulihkan tenaga yang habis karena ngejar anak yang lari-lari ke sana ke mari dalam rangka latihan naik haji di masa depan … Jangan lupa balsemnya bundaaaa ~
Hari 5 FLOATING MARKET, HERE I COMEEE!
Aku baru googling informasi Floating Market dan akhirnya ngerti kenapa tempat ini bagaikan gula bagi semut. Semuanya mini mini mini yang pasti disukai sama anak-anak. Shoooo excitedddd!
– Kota Mini Lembang yang emesh banget!
– Mini carnival.
– Playground.
– Penyewaan kostum Korea dan Jepang.
– Ranbow garden. Kebayang anakku teriak-teriak excited pas lihat hamparan bunga. Asal jangan dipetik atau digabrug aja ya nak …
– Wahan permainan air. 1000% anakku approved.
– Taman kelinci. Gemayyyy!
– Miniatur kereta api. Akhirnya bisa juga memperkenalkan kereta ke anakku tanpa perlu nongkrong di pinggir rel yang puanas dan terjal itu …
– Becak dan mobil mini. Wuwuwuwuwuwuwuwuwu!
Hari 6
Kembali ke aktivitas kecintaan semula, rebahan dan oleh balsem atau tempel koyo di area yang membutuhkan ~
Shadaqallahul Adzim.
Eh iya jangan lupa berdayakan sang kekasih hati alias pak suami dalam mengasuh anak. Iming-imingi dengan kata mutiara angin surga, “Ini kan quality time papa sama anak, masa nggak mau sih anaknya makin akrab, dekat, dan sayang sama bapaknya?”
Nah sementara papa sibuk, mama bisa leyeh-leyeh dan santai-santai menikmati me time yang sangat mahal dan langka itu ~
Gimana, cakep banget kan rundown acara liburan ramah otot pinggang dan punggung cbagi mamak-mamak berbuntut satu atau dua ini? Nggak muluk-muluk dan nggak ribet karena sejatinya bahagia itu sederhana, asal ada uangnya, apalagi kalau ditambah diskon. Senyum mamak pasti nggak akan layu meskipun udah tiga minggu hauhauhau.
Sekian khayal-khayalan ibu satu anak yang mendambakan liburan ini. Kalau terkesan terlalu indah dan bahagia, ya biarkan aja, namanya juga mengkhayal. Jangan setengah-setengah! Kita ketemu di posting-an selanjutnya yaaaa!
Aku selalu punya hubungan yang romantis dengan yogurt. Perkenalan pertamaku dengannya terjadi saat sekolah dasar dahulu. Kantin menjual es yogurt warna-warni yang mungkin kandungan yogurtnya lebih cair dari kencan kali kelima. Namun aku tetap suka rasanya yang asam, manis, dan segar. Berlanjut saat SMP, hatiku dibuat patah berkeping-keping karena gagal dalam ujian pembuatan yogurt. Susunya pecah, bakteri baik pun enggan membangun peradaban di sana. Barulah saat kuliah, aku sukses membuat yogurt sendiri setelah dipandu oleh wanita paling mulia di dunia dan akhirat, ibuku. Tidak tanggung-tanggung, Mama selalu memintaku membuat yogurt dalam panci yang bisa menenggelamkan betisku. Lima liter total susu sapi segar yang kuolah menjadi minuman bergizi yang sudah ditemukan sejak abad 3 SM ini.
Kecintaanku pada yogurt ternyata membawa kemujuran besar yang kusyukuri habis-habisan terkait anakku. Selama trimester dua dan tiga, aku rutin meminum 500 ml yogurt setiap hari agar tidak menderita konstipasi. Namun rupanya yogurt memiliki “efek samping” keren yang memudahkan perjalananku sebagai ibu. Satu hal yang kusadari sejak ia masih merah dan keriput, anakku memang nyaris tidak memiliki alergi apapun, padahal masa kehamilanku cukup berat dan melelahkan karena mengejar lulus S2 tepat waktu. Kupikir hal itu disebabkan bapaknya yang tidak punya alergi dan golongan darah ibu bapaknya yang sama. Dugaan tersebut tertepis sebab rupanya suamiku punya seperti alergi telur, udang, juga eksim. Sementara itu aku pun punya eksim yang kerap kambuh saat stress. Setelah membaca informasi bermanfaat dari salah satu dokter kulit terpercaya di Instagram, barulah aku tahu ternyata ibu hamil disarankan meminum probiotik sebelum melahirkan agar sang janin terhindar dari alergi. Dokter tersebut menyebutkan satu merk probiotik yang harganya membikin uratku menjengit. Namun, tentu saja bumi ini menyediakan alternatif yang lebih murah dan lezat, yaitu yogurt!
Kecintaanku pada yogurt membuatku selalu bersedia membuatnya sendiri. Namun, jika ada yogurt yang sesegar homemade yogurt-ku, yang memiliki live probiotics dan tidak melalui proses apapun seperti pemanasan atau UHT setelah menjadi yogurt sehingga bakterinya tetap hidup dan manfaatnya pun sangat terjaga, dan tentu saja rasanya amat sangat enak, kenapa harus buat sendiri? Hihihi. Semua kriteria yogurt idaman ini aku temukan dalam Yoforia, fresh yogurt yang nikmat, segar tetapi tidak terlalu asam, dan creamyyyy banget.
Aku benar-benar serius saat berkata bahwa Yoforia ini berbeda dengan yogurt yang pernah aku coba sebelumnya.
Kelembutannya membuat lidahku seperti dibalut gaun beludru sutera. Dalam sekejap, mulutku dipenuhi rasa manis, masam, dan menyegarkan seperti berdansa dengan cinta pertama dalam denting musik klasik yang syahdu dan memenuhi dada.
Cakep.
Kok bisa ya Yoforia memiliki rasa asam yang menyegarkan, sangat creamy, dan lembut, pikirku? Rupa-rupanya Yoforia dibuat dengan live probiotics khusus yang membuatnya terasa tidak terlalu asam dan creamy. Selain itu, kandungan dietary fiber dari buah jeruk alami pun menambah kelembutan dan creaminess dari yogurt ini. Hasilnya? Lidah dimanjakan, sistem pencernaan pun terpelihara.
Susah buang air besar? Jengah dengan rasa lapar yang tak karuan? Ingin memperkuat metabolisme tubuh? Percayakan saja deh pada Yoforia.
My (another) favorite part from Yoforia adalah … varian rasanya! Yoforia pun memiliki varian rasanya yang unik dan daebak sugoi fantastic! Sejauh ini, total ada tujuh rasa yang bisa aku pilih, Authentique, Berry Smooth (hmmm berry smooth, Yoforia), Soursop Bliss, Blueberry Good, Coffee Cream, Peach Delight, dan yang terbaru adalah Lychee Blast. Dua peringkat teratas di daftarku sih Blueberry Good dan Peach Delight. Kelezatannya benar-benar bisa membuat mood-ku membaik!
Siapapun pengkreasi rasanya, Anda jenius. Anda hebat. Anda luar biasa. Respek besar dari saya. Semoga selalu panjang umur dan diberkati Tuhan.
Nggak sabar nih nunggu varian rasa terbarunya. What’s next? Honeydew Melon? Exotic Mango?Best Mangosteen? Can’t waittt!
Belum coba Yoforia? Cobain deh sekarang! Go get your Yoforia, fresh yogurt for your healthy life!
Salah olahraga dan kedamaian pemirsa semuanyaaaa. Kenapa olahraga?
Sebab ngasuh anak itu bagaikan fitness dibarengi perang 24 jam 7 hari 4 minggu. Tidak ada jalan keluar dan tidak akan pernah kelar. Mengatur waktu untuk update blog di sela-sela ngasuh Aden, masak, dan menjadi penulis kontributor di meramuda ternyata cukup menguras jiwa raga ya beb. Aku nggak pernah tahu betapa multitasking-nya seorang Sist Ra’idah sampai harus goreng ayam sambil menyusui Aden juga chat sama Nyimnyim, Bunda Dini, dan Kak Ii.
Mantul.
Namun, alhamdulillah, aku bersyukur banget bisa bak-bik-bek segala rupa karena berarti diriku ini sudah sehat lahir batin.
Sungguh berbeda kondisinya dengan seorang Ra’idah di awal masa kelahiran Aden, yang baru terjadi bulan Agustus lalu. Yha, aku yang dulu bukanlah yang sekarang. Kalau dibandingkan, mungkin bulan lalu aku adalah cebong, maka bulan ini aku adalah kampret.
Hauhauhauhau.
Nggak gituuuuuu.
Dimohon tenang pemirsaaaahhh. Aku bukan cebong atau kampret, sekalipun nanti aku nyoblos, maka itu ↓↓↓
Baikkk. Kembali ke jalan yang lurus ya pemirsa semua. Mari sini merapat lagi karena insya Allah aku akan membahas hal yang sangat berfaedah. Insya Allah yang merasakan manfaatnya bukan hanya yang sudah menikah, atau berencana menikah, tetapi yang belum-mau-nikah-tapi-udah-ditanya-mulu-sama-tetangga atau yang baru-lihat-cowok/cewek-caem-udah-mikirin-gedung-resepsi-padahal-diwaro-juga-kagak
Sebagai wanita yang memiliki riwayat depresi, aku lumayan takut akan kena baby blues. Dari semenjak hamil, aku udah afirmasi ke Aden bahwa kami berdua harus jadi tim yang kompak, hebat, dan mendukung satu sama lain. Aden harus jadi sumber penyejuk hati Imma, dan Imma akan jadi pelindung Aden sepanjang zaman. Kami berdua harus saling membuat nyaman satu sama lain supaya aku nggak kena baby blues. apalagi post-partum depression. Zuzur ya menjelang hari kelahiran, aku semakin rajin membaca artikel mengenai proses kelahiran yang sakitnya serasa dipatahkan segenap tulang-belulang. Setelah aku alami sendiri ternyata ….alhamdulillah … memang demikian adanya ….
Fufufufu.
Namun, sesakit-sakitnya melahirkan …
↓↓↓
karena dibalas kontan oleh kehadiran si pipi tembem.
Setelah melahirkan Aden ke dunia, aku pun kembali ke rumah dengan cerah-ceria bahagia sekali. Alhamdulillah, aku bisa segera beradaptasi dengan segala tuntutan sebagai ibu. Berhubung di awal kelahirannya Aden selalu pakai popok kain sampai usia dua minggu, aku bisa ganti baju dan popok Aden sampai 10 kali sehari. Kalau soal cuci-mencuci sih alhamdulillah ada Teh ‘Ai kecintaan yang nggak pernah ngeluh walaupun baju cucian Aden segambreng setiap hari. Perihal mandiin Aden, di lima hari pertama, Aden dimandikan oleh Mamah Echin. Setelah udel Aden puput, barulah aku berani memandikan karena ngeri ya gaes apabila kulihat itu udel menggawir-gawir ke sana ke mari tiada arah kalau nanti ketarik lalu udel Aden pegat gimana ya Allah huhuhu.
Begitulah. Semua berjalan relatif lancar sampai akhirnyah ….. prahara itu datang….
Sekitar dua minggu setelah lahiran, mulailah muncul musuh nomor satu para ibu, yaitu LECET PUTING. Terdengar sepele ya.
“Yaelah lecet doang, nanti kan sembuh sendiri, nggak sakit-sakit amat.”
Demikian kudengar sahutan dari kejauah.
SAYANGNYA TIDAK DEMIKIAN JULEHA.
Akibat lecet puting ini, aku akhirnya mampu merasakan segala letih, lelah, lesu, lemah, lunglai, sakit, nyeri, perih yang tidak terasa (atau ditahan) sejak awal lahiran. Percaya deh sama Sist Ida ini bahwa sakit melahirkan itu nggak ada apa-apanya dibandingkan sakit menyusui saat puting lecet. Gini deh bayangkan tumit Anda lecet karena sepatu lalu ada yang iseng nyolek-nyolek tapi Anda tidak boleh protes dan ngeluh dan harus nerima colekan itu sebagai kodrat Illahi kalau nggak Anda masuk neraka karena sudah mendzalimi anak karena tidak memberikan haknya padahal anak nggak minta dilahirkan karena Anda yang mau punya anak.
Gitu.
Gimana? Udah pusing? Fufufufu.
Intinya, sebagai seorang ibu, meskipun tubuhmu babak belur, kamu harus siap untuk anak. Jadi, meskipun putingku lecet, aku harus tetap menyusui Aden. Mantapnya lagi, namanya juga newborn dan bayi laki-laki pula, Aden bisa nenen sejam sekali dengan durasi 15-20 menit.
Ibu-ibu yang mengalami lecet puting pasti tahu deh rasa sakit dari lecet-puting-tapi-kudu-tetep-nenenin-anak itu dari ujung kepala sampai ke ujung kaki dan menembus ke dalam perut. Nah kondisi ini mengantarkan aku ke dalam pusaran cengkraman baby blues.
Kayak gimana tuh?
Setiap malam aku menangis tanpa bisa ditahan, apalagi berhenti. Anak bangun, nangis mau nenen, aku pun ikutan nangis sambil nenenin, lalu kami berdua nangis bersama-sama. Sungguh ibu dan anak yang kompak sekali….
Di saat rasa sakitnya udah membuat aku lelah dan pingin berontak, setiap kali Aden bangun, aku langsung ketakutan, marah, kesel, benci sama keadaan dan kondisi yang nggak berubah-ubah ini. Namun, balik lagi, aku harus menyusui Aden karena itu adalah kewazibanku. Maka, kembali lagi, aku nenenin sambil nangis, jejeritan, nyubit suami, dan ngagerung bak motor Valentino Rossi yang udah mulai tergeser posisinya sama pemain muda. Efek sakit puting ini jadi ngabalerang alias melebar ke mana-mana. Aku jadi gampang kesal, gampang marah, dan gampang meledak. Untungnya … nggak untung juga sih …. kemarahan aku nggak pernah aku lampiaskan ke anakku, yang jadi korbannya ya orang sekitar.
Aku pernah loh nggak sengaja ngebentak suamiku karena nenenin sambil kesakitan, lalu topi Aden jatuh, dan suamiku, barijeung lilir dan lulungutea, mau masangin lagi topinya tapi nggak bener soalnya belio peureummm. Kan hamba kesel ya. Udahlah sakit, eh lihat suami bisa tidur dengan santai. Meledaklah emosi hamba, lalu pundunglah belio. Huhuhu.
Pernah juga aku ngeluh ke Mamah, lalu dipapatahan tapi akunya nggak bisa nerima, lalu aku ngebanting pintu. Alhasil Mamah pundung. Terus aku menyesal, tapi tetap, rasa frustasi itu balik lagi, nggak hilang.
Yah namanya juga lagi sakit jiwanya ….
Aku bukannya nggak ikhtiar ya pemirsahhh. Semua cara yang diomongin sama Mamah, kakak, dokter, paraji, tetangga, Mamah Dedeh, udah aku lakukan. Dari mulai oles puting pakai minyak kelapa, minyak zaitun, kunyit dikasih minyak kelapa, kunyit dikasih minyak zaitun, salep Momilen, sampai kunyahan binahong …. ALHAMDULILAH … tidak membuahkan hasil karena memang kesalahannya itu ternyataaaa terletak pada teknik alias metode nenenin, bukan di puting.
Setelah curhat berurai air mata pada sahabatku si Nyimnyim, akhirnya aku bisa konsultasi pada konselor laktasi yang tak lain tak bukan adalah sepupuku sendiri, Zahra. Fufufufu.
Apakah aku excited untuk konsultasi padanya?
Awalnya nggak … biasa aja … karena …. hamba tidak tahu konselor laktasi itu apa. Sungguh, baru dengar deh ada profesi konselor laktasi. Pikirku, “Emang si konselor laktasi ini ngapain? Kenapa ada konselor laktasi segala kan ada bidan sama dokter anak. Kalau ada konselor laktasi, bidan sama DSA itu ngaphaen dong?”
Fufufufu. Udah mah nggak tahu apa-apa, jemawa pula Sist Ida ini 🙂
Namun, aku berniat konsultasi aja karena udah desperados banget. Kayaknya disuruh ngolesin tai kotok juga mau deh.
Di hari pertama konsultasi, Zahra dan suaminya (harus disebut, takut ybs protes karena ditiadakan dari timeline cerita), mampir sembari nengok Aden. Aku cuma sempat nanya cara nyembuhin puting lecet dan dikasih tahu metode nenenin yang baik dan benar. Sayangnya Aden lagi bobo jadi aku nggak bisa praktik langsung. Namun nggak sia-sia sih karena berbekal ilmu dari Zahra, aku udah mulai bisa membayangkan pelekatan yang benar. Meskipun teuteuuupppp aku stress nan frustasi karena nggak ada yang bisa menilai langsung apakah pelekatan aku sudah benar atau belum. Paham bahwa aku belum benar-benar mahir dalam pelekatan, aku minta tolong lagi sama Zahra. Di sela-sela kesibukannya, Zahra mau meluangkan waktunya di hari Senin.
Tibalah kami di hari keramat itu …
Di pertemuan ini, aku sengaja nggak nenenin Aden sampai kenyang agar supaya doi kooperatif, mau mangap selebar-lebarnya pas praktik. Sebelum praktik, Zahra menjelaskan dengan detail dulu teori dan metode nenenin yang benar. Alhamdulillah Zahra sabar banget menghadapi aku yang rusuh karena ingin segera bisa. Aku pun langsung mempraktikkan ilmunya pada sebuntal daging yang sudah kelaparan. Sambil nenenin Aden, kami ngobrol-ngobrol seputar persusuan. Dari Zahra aku tahu bahwa teman-teman seangkatannya saat kursus konselor itu ternyata kebanyakan dokter dan bidan. Nahlooo berarti selama ini memang ilmu menyusui itu masih belum banyak dipelajari ya. Nggak semua bidan dan DSA adalah konselor laktasi yang paham serba-serbi menyusui. Hal ini sesuai dengan testimoni Zahra, yang awal mula terjunnya dia ke dunia perkonseloran adalah karena masalah menyusuinya yang lebih berat, dan temanku yang lain, Nadiya. Selain itu, Zahra pun berbagi tips memompa ASI dengan menggunakan tangan, juga tips memperlancar produksi ASI yang ternyata super simpel: rajin nenenin dan bahagia. Yha, ternyata mau secanggih apapun booster ASI yang digunakna ibu, kalau stress dan jarang nenenin, niscayaaaa produksi ASI akan berkurang. Dari Zahra juga aku tahu bahwa ASI itu hidup. Maksudnya, formula ASI itu disesuaikan dengan keperluan bayi. Jadiiii, kandungan ASI pagi hari dengan siang hari bisa sangat berbeda tergantung pada kebutuhan bayi. Masya Allah … makanya nenenin langsung itu metode terbaik buat ngasih ASI ke bayi. Manfaat nenenin itu bukan cuma buat bayi, tapi juga buat ibunya. Salah satunya bonding ibu dengan anak. Asli loh, meluk Aden itu bukan sekadar kewajiban, tapi kebutuhan. Setiap meluk Aden, aku merasa aman, damai, tenteram, dan bersemangat. Banyak banget deh serba-serbi pengetahuan perASIan yang aku dapat dari Zahra. Emang beda ya kalau konsultasi ke konselor laktasi, ilmunya dalam. Pokoknya super berfaedah sekali lah pertemuan kami di kala itu fufufu.
Alhamdulillah semenjak itu, aku jadi semakin luwes melakukan latch on yang tepat. Memang butuh proses yang tidak mudah dan tidak sebentar. Aku harus konsisten melakukan langkah-langkah nenenin yang tepat meskipun Aden udah ngadat kelaparan. Kalau nggak gitu, Aden akan lupa lagi cara nenen yang benarnya. Ribet? Sangat. Namun worth it banget! Luka lecet aku perlahan tapi pasti sembuh menuju kegemilangan. Nggak ada deh jerit-jerit, gegerungan, dan uraian air mata setiap kali nenenin lagi. Nenenin Aden pun jadi momen yang menyenangkan dan menenangkan. Yup, memang seharusnya momen menyusui itu jadi momen membahagiakan untuk para ibu. Sumpah deh aku menyesal nggak belajar dari dulu soal pelekatan ini.
Apakah drama persusuan ini sudah selesai?
Oh tentu belum dong. Ada drama lain yaitu penyumbatan saluran ASI. Rasanya gimana? Senggol bacok sist huhuhu. Aslinya. Alhamdulillah Zahra bisa diminta konsultasi via Whatsapp jadi aku bisa segera menangani penyumbatan saluran ASI ini.
Satu hal yang bikin aku percaya sama pengetahuan dia adalah ketidakraguannya untuk bilang ragu saat dia ragu. Fufufufu. Jadi gini pemirsa. Ada orang yang merasa berilmu dan merasa serba tahu segalanya. Alhasil, dia berani mengomentari hal yang nggak dia pahami. Nah kalau orang berilmu beneran biasanya tahu batasan diri. Contohnya Zahra ini. Saat aku tanya perihal penyumbatan ASI, Zahra agak ragu karena dia nggak meriksa langsung. Coba deh tanya juga para dokter, mereka pun nggak akan berani mendiagnosa via Whatsapp doang. Namun alhamdulillah dugaan Zahra betul bahwasannya ada penyumbatan di payudara dan aku bisa mendapat penanganan yang tepat.
Selain soal persusuan, Zahra juga bisa banget ditanya-tanya perihal gendongan bayi. Sebelum beli gendongan bayi, aku selalu tanya Zahra dulu. Zahra nggak akan langsung rekomendasi merk dan jenis gendongan, dia pasti nanya budget kalian dulu karena memang kemampuan finansial dan selera orang kan beda-beda ya. Sekarang aku udah punya tiga jenis gendongan, kain jarik yang dibelikan Mamah Echin, baby wrap Mikhadou dan SSC Cuddle Me. Alhamdulillah kepake semua. Favorit aku saat ini sih Mikhadou karena SSC belum bisa dipakai, harus nunggu Aden 7 kilo dulu. Kalau dari tingginya sih sepertinya udah memadai karena Aden nggak tenggelam dalam SSC.
Kembali ke topik utama.
Lagi-lagi, apakah drama menyusui ini sudah selesai?
Lagi-lagi lagi, belummmm.
Masih banyak drama menyusui lainnya yang insya Allah akan dialami sebagian besar ibu menyusui.
Yha, menjadi ibu itu sulit.
Sesulit menemukan MU di klasemen hari ini fufufufufufufufufufu.
Jadi pesan moral apa saja yang bisa aku bagikan melalui kisah seputar drama lecet puting saat menyusui ini? Simak daftarnya di bawah ini. Nomor 7 akan membuatmu terkejut.
SELALU oles ASI ke area puting sebelum dan sesudah menyusui.
Belajar pelekatan yang benar. Kalau nggak bisa belajar otodidak, silakan cari bantuan pada yang ahli. Bisa ke DSA atau bidan yang merangkap konselor laktasi, atau konselor laktasi di kotamu, atau di area terdekat. Kalau kebetulan pembaca ada yang tinggal di Jabodetabek, bisa minta tolong ke Zahra. Cek aja nomor kontaknya di profil Instagram-nya.
“Tapi aku belum hamil.”
“Tapi aku belum meniqa.”
“Tapi aku laki-laki.”
Nggak apa-apa. Bukan masalah. Carilah ilmu menyusui sebanyak-banyaknya sedari dini agar kalian nggak perlu mengalami drama menyusui yang bisa dihindari. Buat para suami, menyusui ini tanggung jawab kalian juga loh. Yuk bantu istrinya untuk bisa dan segera menikmati momen menyusui.
Jangan ragu cari pertolongan saat kamu sudah merasa lelah, letih, dan tidak kuasa menghadapi semua ini. Jadi ibu itu menguras tenaga dan kewarasan. Jangan ragu buat merasa capek karena emang capek, tapi jangan hanya ngeluh aja, cari bantuan. Aku tahu bahwa aku harus segera cari bantuan setelah sadar bahwa aku udah nggak mampu mengendalikan emosi. Sesibuk-sibuknya kalian, harus tetap aware sama kondisi psikologi diri. Bukan manja atau nggak bersyukur, tapi kewarasan ibu itu nomor satu. Kalau ibunya kenapa-kenapa, dijamin anak juga nggak tenang. Kalau anak rewel, kan makin stress. Begitulah terus lingkaran setannya, nggak akan berakhir kalau nggak diputus segera.
Tetaplah berusaha buat nenenin meski semenyakitkan dan seribet apapun. Kalau belum mencoba 1000 cara untuk nenenin, janganlah pindah ke sufor dan dot. Bahaya sufor dan dot bisa dicek di highlight Instastory Zahra ya. ASI itu makanan dan minuman terbaik untuk bayi. Memang besar sekali perjuangan ibu dalam memberikan yang terbaik buat anak. Ada banyak ambisi dan cita-cita yang aku korbankan demi bisa menyusui Aden secara langsung alias direct breastfeeding. Namun insya Allah hasilnya sepadan sama perjuangan. Aku selalu berkeyakinan bahwa Aden nggak minta dilahirkan ke dunia, ibu bapaknya yang mau. Sekarang Aden udah ada di dunia, masa mau membesarkan dia dengan seenaknya? Kasihan amat anak Imma … Semangat ya busui. Insya Allah diganjar pahala luar biasa besar.
Udah segitu aja. Nggak usah banyak-banyak kan bukan lagi bikin tesis fufufu.
Terus mana nomor tujuh na Tutiiiii hhhhhh.
Demikian posting-an aku kali ini. Sangat berfaedah bukhannn? Insya Allah posting-an selanjutnya pun akan lebih berfaedah lagih. Anyway udah subscribe belum nih? Kalau belum, subscribe yukkk hihihi #shameless
Assalamu’alaikum, selamat pagi dunia maya!
Kenapa pagi? Sebab pasti ada bagian dunia yang sedang menikmatai matahari terbit meskipun di kotamu mungkin sudah masuk waktu begadang nonton drama Korea XD
Setelah berbulan-bulan-bulan-bulan lamanya aku nggak update blog, akhirnya di hari ini aku punya daya dan upaya untuk ngetik. Bukhan mhaen memang jadi seorang ibu itu. Sibuk lahir batin, sist. Eek bayi aja dipelototin bener-bener sebelum akhirnya dibersihkan, tapi aku menikmatiiii banget setiap momennya. Aku yakin di masa depan nanti, masa ini akan sangat ngangenin. Saat ini pun aku udah kangen masa hamil yang lebih kepada kangen bisa ngapa-ngapain (terutama tidoorrrr) dengan leluasa tanpa dikejar tangisan bayi XD
mamak butuh tidur, dennnn
Di posting-an kali ini aku akan menceritakan kisah kelahiran puteraku, sebut saja Aden, yang lahir di tanggal tsantiek 1-8-18 lalu. Awalnya sih aku mau menceritakan juga kejadian-kejadian yang aku alami selama trimester tiga lalu tapiiii lebih baik nggak usah aja karena cuma berputar-putar di: tesis.
Males banget yakhannnn. Bikin mood ambyar aja. Makanya mari kita skip saja babak mengerikan itu dan langsung ke adegan mengharukan :’)
Ucapan adalah Doa
“Mentang-mentang udah jadi ibu-ibu, si Ra’idah jadi mulai ngomong layaknya orang tua.”
Apakah itu yang Anda pikirkan? Jika iya, memang benar sih demikian adanya. Aku percaya kita akan memahami banyak hal secara perlahan. Artinyahhh, akan ada beberapa hal yang baru akan kita pahami setelah beranjak tua. Salah satunya adalah pepatah ini. Kalau dulu aku kurang percaya dengan pepatah “ucapan adalah doa” dan cuek aja ngomong sagawayah alias seenaknya, sekarang kepercayaanku sebesar gajinya Lionel Messi di Barcelona. Besar sekali kan kepercayaanku?
Mungkin ini pula yang membuat para tenaga kesehatan sangat menganjurkan ibu hamil untuk memberi afirmasi positif ke janin di perut. Semasa hamil dulu, aku selalu bilang ke anakku,
“Dek, nanti lahirnya 2,9 kilo aja ya biar bisa lahiran normal. Ya sukur-sukur nggak usah dijahit jadi bisa cepat pulih dan cepat ngasuh dedek dengan optimal.”
“Dek nanti lahirnya pas ada Abba ya biar bisa langsung ketemu Abba.”
“Dek nanti lahirnya di Sukabumi ya, jadi dedek jangan dulu macem-macem kalau Imma ada di Depok.”
“Dek nanti mukanya mirip Dylan Wang juga nggak apa-apa. Bakal tetep diaku anak kok sama Abba dan Imma.”
pusing pala mamak kalau aden gedenya cem begini
Juga, ultimately, aku berkali-kali ngomong,
“Dek nanti lahirnya mau tanggal berapa? Tanggal cantik aja yuk, kan Imma sama Abba tunangan tanggal 7-7-2017, terus nikah tanggal 11-11-17. Dedek lahirnya mau tanggal berapa sok? Tanggal 1 Agustus biar 1-8-18, atau 18 Agustus biar 18-8-18? Cantik-cantik kannnn?”
Aku ngomong begitu ke anakku hampir setiap hari sampai dia empet banget kali ya dan akhirnya … semua afirmasi tersebut terlaksana.
Kecuali yang mirip Dylan Wang.
Imma-nya galau soalnya pingin anaknya mirip Dylan Wang atau Cha Eun Woo hauhauhau.
Sakarepmu dah Ma.
Kisah Kelahiran
Petualangan melahirkanku dimulai dari sekitar seminggu sebelum hari H. Saat itu, mungkin tanggal 21 Agustus, hamba lupa, tiba-tiba aku merasakan rembesan yang aneh. Kalau sedang nggak hamil mungkin aku akan kalem saja mengira itu hanya sekadar ompol belaka. Namun berhubung aku sedang hamil dan sudah memasuki usia 36 minggu which is si janinku bisa lahir sewaktu-waktu, aku panik dong kakak bunda sekalian. Apalagi saat itu aku sedang berada di kostan di Depok. Solo karier saja demi menuntaskan revisi tesis yang nggak selesai-selesai.
Mau lulus kok gini-gini amat ya Allah.
Hey para wanitah yang ingin kuliah S2, ingin menikah, dan ingin hamil, tolong pikirkan lagi yahhh. Ketiga rezeki tersebut memang berkah, tapi kalau didapat dalam waktu yang bersamaan, hmmmmm, tubuh terasa diperas sampai ke tulang. Tertanda dari Ceu Idah yang menjalani ketiganya dalam waktu yang bersamaan.
Sebagai yang belum pernah hamil sebelumnya, aku langsung bertanya kepada yang berpengalaman dong. Aku langsung nelepon Mamah yang sudah hamil 6 kali dan melahirkan 7 kali karena dapat promo beli 6 gratis 1.
“Ma, air ketuban itu yang kayak gimana ya?” aku bertanya perlahan karena keder juga takut divonis bahwa yang merembes itu air ketuban.
“Emang kunaon?” tanya Mama.
Pelajaran nomor 583295: kalau pertanyaanmu dijawab dengan pertanyaan, kemungkinan besar kamu bakal kena masalah.
“Ini, Ra’idah kayak yang pipis tapi bukan pipis. Air ketuban bukan ya Ma?”
Mama terdiam beberapa detik sebelum akhirnya menerbitkan mandat, “Bisa jadi. Periksa atuh ke rumah sakit.”
Aku mesem-mesem aja. Hehehe. Di tengah rimba kostan Depok yang bahkan nggak ada Alfamart (hayoh, anak UI pasti tahu deh aku ngekost di mana hahaha), pergi ke rumah sakit sendirian itu lebih besar bahayanya daripada manfaatnya.
Terdengar lagi suara Mama, “Mama suruh Teh Hana ke sana, jemput Ra’idah.”
“Oh, iya.”
Setelah itu aku langsung mandi untuk kedua kalinya karena Depok hanya bisa ditaklukkan jika kita mandi setidaknya dua kali sehari, membawa segenap barang-barang yang kira-kira diperlukan, dan makan dulu walaupun sedikit. Tidak lupa aku mengabari suamiku yang langsung panik, tentu saja. Di saat istrinya butuh ditenangkan, ini suami malah heboh dan ujung-ujungnya aku yang menenangkan beliau.
Tetehku baru tiba di Depok cukup malam karena berangkat langsung dari Bogor. Duh aku ngerasa nggak enak banget karena ngerepotin keluarga tetehku. Apalagi teteh membawa serta buntut-buntutnya yang masih cilik karena nggak mungkin dititipkan. Kebayang dramanya kayak apa. Ibunya ke warung aja anak itu udah kayak Hadad Alwi feat. Sulis dalam serial Hatchi.
Kami langsung berangkat ke rumah sakit terdekat, yaitu Grha Permata Ibu. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya aku diperiksa oleh bidan. Pertama, bidan memeriksa detak jantung janin yang alhamdulillah sehat-sehat aja. Kemudian aku diperiksa VT untuk pertama kalinya dan sungguh membuat siok, ternyata sudah ada pembukaan sedikiiiiit, lima rebu-eun lah. Bidan langsung meminta aku untuk beristirahat total dan jangan terlalu maceuh, apalgi setelah tahu bahwasannya aku sendirian di Depok demi menyelesaikan revisi.
“Bu, pulang aja. Ibu full istirahat sekarang. Nggak boleh kelelahan, kan sudah masuk waktu lahiran. Tesis bisa lain kali, kan yang penting sudah lulus.”
Begitu ceunah.
Sebetulnya dokter kandunganku juga sudah menyarankan aku untuk istirahat total sejak awal masuk trimester tiga. Memang cukup banyak drama di masa kehamilanku ini. Aku sempat masuk UGD karena otot selangkangan kananku terjepit rahim yang semakin besar. Rupa-rupanya, kondisi itu terjadi karena aku terlalu banyak berjalan. Yaaaaa gimana yaaaaa. Anak UI pasti tahu deh kalau jalan kaki itu adalah jalan ninjaku banget. Nggak bisa diapa-apain kecuali aku nyetir mobil atau motor sendiri yang which is tidak mungkin terjadi. Peringatan bidan barusan langsung aku sampaikan kepada Kakang Prabu tercinta yang segera menyembur,
“TUH KANNNNN KATA ABBA JUGA APAAAAAA. ISTIRAHAT ATUH IMMA TEH.”
Memang ya kalau suami nggak rido dan ikhlas, mau melakukan kegiatan sepositif apapun, pasti ada aja efek sampingnya. Akhirnya aku pun bersikap bodo amat dan meninggalkan Depok beserta serangkaian tuntutan revisi. Alhamdulillah dosen pembimbingku yang adalah rezeki terbesarku di perkuliahanku mengizinkan. Kalau nggak mengizinkan juga aku bakal tetap pulang sih hauhauhau.
Keesokan harinya aku pulang ke kotaku dengan menaiki kereta paling pagi. Ra’idah saat itu belum sadar bahwa kereta tersebut merupakan kereta terakhir yang akan dinaikinya, setidaknya sampai hari ini. Sesampainya di Sukabumi, sebagai generasi millenial sejati, aku pasti memesan Go-Jek atau Go-Car, tergantung kepadatan jalanan stasiun yang padedet-dedet dengan pasar.
Gusti eta jalanan kalau lagi padat, pahili suku pun tampaknya sangat mungkin terjadi. Berhubung saat itu aku tiba di Sukabumi pukul 10-an, sudah pasti kondisi pasar sedang dalam performa terbaiknya alias pabaliut banget. Kalau ada doger monyet yang show di tengah jalan kayaknya nggak akan diwaro sama sekali. Kang Go-Car biasanya hoream narik di saat seperti ini karena keluar dari jalan stasiun aja bisa setara durasi D’Academy. Akhirnya aku memesan Go-Jek. Alhamdulillah Kang Go-Jek-nya kayaknya ce-esan sama preman pasar jadi udah nangkring di depan gerbang stasiun. Kepada setiap supir Gojek, aku pasti akan berkata,
“A, hati-hati ya, saya sedang hamil.”
Kebetulan, supir yang saat itu mengangkutku pun istrinya baru aja melahirkan. Jadilah kami terlibat dalam perbincangan seputar kehamilan.
“Udah masuk berapa bulan, teh?”
“Sudah masuk 9 bulan, a.”
“Hah? Ai si teteh, kenapa masih naik kereta atuh? Harusnya mah udah istirahat total di rumah. Ih si teteh mah, kasian si aa-nya atuh pasti hariwang, ringrang. Karaos pisan ku abdi. Atos nya teh tong ka mamana deui. Bisi kunanaon di jalan aduh pikasieunen. Aduh nekat banget si teteh masih naik kereta …”
Aku dimarahin sama Kang Go-Jek gaes :((
Akhirnya, dengan dukungan bidan dan Kang Go-Jek, aku menikmati masa kehamilanku dengan sibuk bermalas-malasan dan berleha-leha sepuasnya. Nggak juga deh. Aku mulai membaca buku persiapan kehamilan yang diberikan oleh sobatku si Nyimnyim sejak usia kandungan 3 bulan hauhauhau. Meskipun bidan meminta aku untuk segera ke dokter, aku nggak langsung ke dokter sebab merasa udah nggak kenapa-kenapa dan sehat-sehat aja. Lagipula aku baru ke dokter sekitar dua minggu sebelumnya jadi ya malas aja gitu hehehe. Aku baru ke dokter tanggal 30 Juli, sesuai jadwal periksa kandungan. Alhamdulillah kandunganku baik-baik saja. Saat itu menurut USG, berat badan dedek sudah 2,6 kilo dan sudah memasuki panggul jadi sudah siap untuk dilahirkan. Aku masih santai-santai saja karena HPL-ku masih tiga minggu lagi, yaitu tanggal 25 Agustus.
Namun hidup penuh kejutan. Terutama saat kamu hamil.
Tanggal 1 Agustus dini hari, aku bangun untuk pipis seperti biasa. Setelah pipis, aku mengecek handphone untuk memainkan game Farmville. Saat bermain game, tiba-tiba aku merasakan ada rembesan di selangkangan. Wow. Dejavu. Aku nggak langsung mengecek ke kamar mandi karena tanggung gaes lagi ada misi di Farmville-nya hehehe. Setelah beberapa saat, barulah aku ke kamar mandi dan ternyata … jengjengjengjeng … ada flek! Pukul tiga subuh, dari kamar mandi, aku langsung teriak,
“MAMAH IEU AYA FLEK!”
Super panik, bingung, dan exicited. Akhirnya aku akan bertemu si gumpalan yang sering nendang-nendang perut sampai tulang rusuk dan ulu hatiku linu serta membuatku pipis sejam sekali!
Mama yang saat itu sedang tahajjud langsung memerintahkan aku untuk bersiap-siap dan mengabarkan suamiku. Setelah menelepon Kakang Prabu yang langsung ngagorejat dan bersiap-siap, aku langsung menyiapkan gembolan tas melahirkan yang sudah disiapkan dari usia kandungan 8 bulan yang adalah baru beberapa minggu sebelumnya hauhauhau. Juga tidak lupa aku mandi karena badan kareunang saat melahirkan itu tidak menyenangkan gaes.
Selama menunggu Mama menyelesaikan tahajjud, aku sibuk jongkok-berdiri yang diyakini dapat mempercepat proses lahiran bayi. Rahimku sudah mulai berkontraksi, sudah mulai terasa mulas-mulas tetapi masih tertahankan. Pukul lima subuh, kami berangkat menuju Rumah Sakit Kartika. Keluargaku biasanya memilih untuk melahirkan di Rumah Sakit Syamsudin alias Bunut yang jaraknya dekat banget dari rumah. Istilahnya, menggelinding juga sampai. Namun aku malas melahirkan di sana karena tidak bisa ditemani jika bukan pasien VIP. Mungkin ada yang nggak keberatan, tetapi sebagai duta borangan 2018, aku nggak mau dong. Pokoknya aku harus ditemani, kalau nggak sama suami, ya sama Mamah.
Setibanya di Kartika, aku segera di-VT dan diinfus. Subuh-subuh udah diuji ya Allah … Kayaknya selama proses lahiran, yang aku keluhkan hanyalah momen penginfusan ini deh. Masalahnya, diinfus itu udah mah disuntik, eh jarumnya dibiarkan menggantung dan menghisap sari-sari keberanianmu. Huhuhu. Setiap kali aku lihat infus, aku langsung merasa lemas tidak berdaya. Entah berapa kali aku minta pada bidan, “Teh, infusnya nggak bisa ya kalau dicabut dulu?” sampai-sampai mungkin para bidan udah pingin ngejahit mulutku.
Sambil menunggu Mamah mengurus berkas, aku kembali aktif jongkok-berdiri dengan berapi-api. Pukul enam aku dipindahkan ke lorong bersalin. Aku segera mengabari Nyimnyim yang ingin menemani tapi apa daya ada anak bayi yang nggak bisa ditinggalkan. Akhirnya doi mem-video-call aku dan tentu saja aku ditegur sama bidan hauhauhau. But it’s worth it. Atas saran Nyimnyim, aku pun meminta dibawakan gymball. Setelah itu aku sibuk jongkok-berdiri dan goyang-gymball dengan penuh dedikasi. Tidak lupa aku menghitung durasi kontraksi yang ternyata masih belum beraturan.
Pukul sembilan suamiku tiba dan Mamah berangkat bekerja. Sebelum berangkat, Mama membawakan segambreng cokelat Silverqueen Chunky Bar, air mineral 1,5 liter, dan popok bayi. Ntapz! Apakah aku harus sering-sering melahirkan biar dibelikan cokelat mulu sama Mamah? Hmmm …
Pukul 11 aku ditawari obat induksi karena kontraksi masil belum beraturan tetapi aku belum mau karena sok-sokan idealis pingin yang alami terlebih dulu. Pukul 12 dicek VT kembali dan masih bertahan bagai Rama di pembukaan 1. Bidan lagi-lagi menawari induksi. Aku lagi-lagi nggak mau, tapi dengan catatan, kalau setelah dicek VT selanjutnya masih belum ada kemajuan, aku mau deh diinduksi. Pukul 3 sore aku kembali dicek VT dan ternyata masih betah aja sist di pembukaan 1. Akhirnya aku mau deh diinduksi obat. Ternyata obatnya kecil sekali, sebesar CTM, dipotek dua lagi. Aku udah lega dan tenang ternyata obatnya nggak semengerikan yang aku bayangkan.
Hehehe.
Jangan menilai apapun dari fisiknya ya buibuuuukkk. Meskipun obatnya mungillll, alhamdulillah, efeknya sampai bikin aku menggelinjang.
Pukul 5 sore, mulai deh terasa mulas-mulas yang jauh lebih intens dari sebelumnya. Meskipun mulasnya mulai menggoyahkan iman, aku berusaha keras agar nggak menjerit. Kenapa? Karena aku takut tenagaku habis dipakai menjerit. Setiap mulas melanda, aku hanya meringis lirih, “Maaahhh, mulas mahhhh.”
Sungguh watir banget gaes.
Pukul 7, bidan kembali mengecek VT, alhamdulillah sudah ada kemajuan menjadi pembukaan 3. Reaksiku sih hanya tercengang karena pembukaan 3 aja dahsyatnya demikian padahal masih jauh dari pembukaan 10. Pukul 8, mulasnya mulai tidak tertahankan. Aku mulai nyeruduk-nyeruduk suamiku.
Ngomong-ngomong soal suamiku. Sungguhlah pria ternyata makhluk yang lemah hahaha. Saat istrinya butuh ditenangkan, si suami malah panik, heboh, dan bingung. Setiap aku meringis dia ikutan meringis sambil mengusap-usap punggung dan kepalaku. Akhirnya malah aku yang menenangkan suamiku hahaha. Meskipun demikian, kehadiran suami memang membuat proses persalinan jadi lebih menenangkan. Ya iyalah dia yang berbuat dia juga yang harus bertanggung jawab.
Pukul setengah sembilan malam bidan datang untuk cek VT, alhamdulillah udah pembukaan 8. Aku langsung dipindahkan ke ruang bersalin. Dengan tidak puguh rarasaan, aku berjalan dengan darah yang menetes-netes dan perut yang kencang, baju juga udah nggak puguh posisinya sampai-sampai dibetulkan oleh Mamah.
Pokoknya aku sudah tidak mangrupa gaes kondisinya.
Di ruang bersalin, mulasnya semakin melintir-melintir. Aku udah kehilangan kesadaran. Bukan pingsan ya tapi saking nyerinya, alam sadar udah nggak awas dan waspada lagi. Yang aku ingat, aku udah nyeruduk-nyeruduk suamiku dengan penuh tenaga sambil mulai mengejan dan Mamah sibuk ngasih intruksi, “Istighfaaarrrr, istighfaaaarrr”, sementara bidan memerintahkan “Ibuuuu jangan dulu ngeden ibuuuuu, nggak boleh ngeden buuuu”, dan aku sibuk nanya “Sekarang udah boleh ngeden belummm? Kalau sekarang udah boleh belummm?”
Sungguh chaos sekali.
Setelah drama chaos itu, aku segera dibaringkan. Yha. Drama di atas terjadi dalam kondisi aku masih berdiri, belum berbaring. Selanjutnya dokter kandunganku, Dokter Dedy Panhar, datang. Ternyata meskipun aku mengambil kelas 2, proses persalinanku tetap ditangani oleh dokter, bukan hanya oleh bidan. Luar biasa, salut sama Kartika.
Bidan kembali mengecek VT dan sudah pembukaan penuh. Aku diminta untuk sedikit maju agar kakiku bisa terbuka dengan leluasa. Saat itu sudah mulai terasa ada yang keluar dari jalan lahir, yang saat itu kukira keluar dari dubur wqwqwq. Ternyata ketubannya sudah keluar, tetapi belum pecah. Kemudian bidan memecahkannya dan pyorrrrr, air ketuban yang hangat mengalir dengan deras. Dokter kemudian memintaku untuk ngeden. Alhamdulillah usahaku menahan jeritan nggak sia-sia. Aku hanya perlu tiga-empat kali ngeden, alhamdulillah yahhhhh dedek bayi akhirnya keluar.
Saat mendengar tangisan Aden, kebahagiaan dan suka cita terbit, menggantikan rasa mulas dan nyeri yang tenggelam jauh … jauh … ke dalam alam bawah sadar. Aku dan suamiku nangis bersama-sama meskipun suamiku gengsi dan bilang nggak nangis, hanya menitikkan air mata aja. Tsk.
Btw, ngomong-ngomong soal suamiku lagi, ternyata doi terguncang gaes. Ya bagaimana tidak. Dari pagi udah ngelihat istrinya meringis-ringis, kemudian naik level jadi berucap lirih, lalu naik level lagi jadi nyeruduk sampai akhirnya menyaksikan itu orok keluar dari jalan lahir secara live no hoax no edit no filter. Saking terguncangnya, suamiku sampai izin minta duduk di kursi ruang bersalin. Kakinya ngaderegdeg dan lelueus sehingga nggak sanggup berdiri.
Sayangnya saat itu bayinya nggak langsung disimpan di dadaku, tetapi diukur, ditimbang, dan dipakaikan baju terlebih dulu. Saat itu, setengah sadar, aku minta suamiku untuk memotonya. Sementara Aden sibuk diurus bidan, bidan yang lain sibuk membersihkan sisa-sisa kemanusiaan di jalan lahir (alhamdulillah mulas dan seueul banget ini sist), kemudian Dokter Dedy kemudian menjahit jalan lahir Aden. Alhamdulillah nggak kerasa sakit sih … di awal … di akhir-akhir baru lah kerasa sedikit nyoco.
Setelah Aden dipakaikan baju, ditimbang, dan diukur, barulah Aden disimpan di dadaku untuk IMD (Inisiasi Menyusui Dini). Rasanya sungguh menakjubkan dan tidak dapat dipercaya, akhirnya aku bertemu dengan makhluk mungil yang menemani aku mengerjakan tesis dari awal sampai akhir. Hauhauhau. Aden mengangkat kepalanya sambil cacalangapan mencari sumber makanannya. Gemes banget! Semua rasa perih dan sakit dijahit lenyap. Saat itu …. hanya saat itu saja gaes …
Setelah kurang lebih satu jam, Aden dibawa ke ruang bayi agar aku bisa beristirahat. Aku langsung mewanti-wanti bidan agar nggak ngasih sufor ke Aden. Setahuku bayi punya cadangan makanan selama tiga hari jadi meskipun ASI nggak langsung keluar, insya Allah aman-aman aja, nggak perlu ditandem sufor. Ditambah lagi ibu pun bisa istirahat dan pemulihan dulu, baru deh mulai aktif menyusui. Masya Allah, luar biasa memang perencanaan Allah ini.
Selanjutnya aku pindah ke ruanganku untuk tidur sambil bersimbah darah hauhauhau. Kerasa banget deh gerak dikit, langsung ngucuurrrrrrr. Aku udah khawatir bakal kena gejala anemia tapi dokter nggak komentar apa-apa jadi memang itu hanya ketakutan nggak beralasanku saja.
Ternyata kelas 2 Kartika itu oke juga loh, jauh dari kesan jelek, horor, dan murahan. Nyaman dan bersih banget malah. WC-nya pun besar dan bersihhh. Kekurangannya hanyalah water heater-nya yang rusak. Alhasil aku mandi pagi dengan air sedingin sikap suamiku kalau lagi ngambek hauhauhau. Selebihnya sih oke banget. Bidan-bidannya juga baik, kooperatif, tetapi tegas. Misalnya aja kalau ada keluarga pasien yang bawa anak-anak, bidan langsung meminta pihak ybs untuk menggiring anaknya keluar lorong bersalin. Bukan apa-apa, lorong bersalin dipenuhi ibu-ibu yang semangat dan rajin menjerit serta mengaduh. Nggak baik kan buat perkembangan anak. Selain itu kalau ada pasien yang ditemani lebih dari satu anggota keluarga, keluarga pasien langsung ditegur. Secara keseluruhan sih aku puas sama pelayanan Rumah Sakit Kartika Sukabumi.
Sekian pengalaman pertama melahirkanku. Sungguh pengalaman yang sangat berkesan. Pantas aja meskipun menyakitkan, tapi banyak ibu yang mau hamil lagi karena sensasi melihat anak sesaat setelah melahirkan itu … priceless! Rasanya seperti usaha dan kerja keras kita dibayar kontan saat itu juga oleh Allah swt.
Gimana dengan pengalaman melahirkan ibu-ibu yang lain?
Buat yang masih jomlo atau yang sedang hamil, apakah kisah kehamilan dan lahiranku ini menginspirasi? Hihihi.
Sampai ketemu di posting-an selanjutnya yaaa. Ada anak bayi yang memanggil-manggil diriku dengan tangisannya hahaha.
Tanpa terasa, kehamilanku sudah memasuki trimester tiga.
Ini bukan basa-basi. Trimester dua kehamilanku rasanya seperti mimpi; datang sekejap lalu tiba-tiba lenyap. Musababnya tentu saja adalah tesis yang bikin hari-hariku dipenuhi istighfar.
Bagi ibu hamil, stress itu haram hukumnya. Namun, bagaimana kalau kondisinya:
1. sedang hamil
2. sedang mengerjakan tesis
3. jauh dari suami
Yha. Mau tidak mau, suka tidak suka, tubuh dan pikiran akan stress dengan sendirinya. Bagi bumil biasa, morning sickness mungkin hanya akan berlangsung selama 3-4 bulan saja, sementara bagiku, morning sickness, alhamdulillah, masih awet sampai sekarang. Syukuri aja, sist …
Ujian yang aku alami bukan hanya kepayahan kehamilan dan mabuk tesis, tetapi juga rasa iri pada bumil lain. Di usiaku ini, sangat mudah menemukan teman sebaya yang sedang hamil. Teman-temanku selaku generasi millenial pasti akan mengunggah segala tektek-bengek daninformasi kehamilannya (yang sebetulnya tidak penting-penting amat untuk diketahui publik) di Instagram sehingga ya kelihatan donggg aktivitas mereka itu apa saja.
Satu aktivitas mereka yang membuat hatiku teriris adalah tentu saja aktivitas liburan dan hepi-hepi. Memang imanku sedang lemah ya saat itu, lihat teman yang babymoon ke sana dan ke sini itu membuatku iri dengki dan kesal juga marah.
“Enak banget ya kalian bisa hamil dengan bahagia. Aku di sini hamil sambil muntah double, ya muntah morning sickness, ya muntah sama tesis.”
Begitu kira-kira gerutuanku saat scrolling-scrolling Instagram.
Perjuanganku menyelesaikan tesis dimulai dari bulan Februari hingga saat ini. Puncak dari segala kegilaan akibat akademik ini berlangsung pada bulan April dan Mei, yaitu saat waktu sidang pratesis semakin dekat. Sidang pratesis adalah sidang penentu keikutsertaan mahasiswa dalam sidang tesis. Bisa dibilang, sidang pratesis ini posisinya jauh lebih krusial karena kalau tidak lulus, ambyar sudah impian untuk lulus di semester tersebut.
Sepanjang hari selama proses penyusunan tesis, aku dibayangi kengerian tidak lulus tepat waktu. Bukan sok-sokan ambisius ingin lulus empat semester demi prestise, tapi lebih ke ngeri nggak ada uang untuk bayar semester selanjutnya. Aku bukan mahasiswa beasiswa sehingga biaya perkuliahan ditanggung sendiri. Keluargaku pun bukan dari kalangan yang berkelebihan sehingga beban Rp9 juta persemester itu sangat berat. Di atas semua itu, kalau tidak lulus tepat waktu, anakku akan terlanjur lahir dan tentu saja memperumit segalanya. Maksudnya, aku akan lebih fokus mengurus anak daripada mengurus tesis. Boro-boro mengurus tesis, mengurus diri sendiri saja sepertinya nggak akan benar deh …
Dengan beban sedemikian rupa, wajar kan aku stress? Heuheuheu.
Selama bulan April dan Mei, aku menangis setiap malam karena merasa bersalah sama anakku. Sedari janin, anakku sudah dibawa bersusah-susah dan berpusing-pusing. Rasanya kok aku memberi beban besar pada anakku yang belum lahir dan aku nggak bisa apa-apa karena memang kondisinya sudah demikian. Di sela-sela tangisan, aku minta maaf lagi karena menangis dan tidak bisa mengendalikan stress padahal bisa berefek buruk buat anakku #mintamaafception. Ribet ya hidupnya …
Pokoknya, bulan April – Mei itu benar-benar menguras mental dan kewarasan karena tuntutan akademis. Selain menangis karena bersalah pada anakku dan muak dengan tesis, kesedihanku ditambah dengan rasa kangen pada suami. Tesis, hamil, dan LDM itu bukan kombinasi yang menyenangkan saudara-saudaraaaa. Berbahagialah kalian kalau hanya mengalami dua dari tiga triple kill itu.
Di saat beginilah mulai timbul pertanyaan-pertanyaan yang merupakan hasil dari bisikan-bisikan setan.
“Ngapain sih dulu pingin S2 segala?”
“Sok banget sih dulu pakai pingin S2 segala jadinya kan harus beresin tesis.”
“Kenapa milih nikah pas masih kuliah sih? Nggak tahu apa kalau hamil pas kuliah itu ribet?”
Ngeri juga ya isi kepala dan hati kita saat berada di titik putus asa. Pantas saja banyak yang terperosok dan terjebak saat dihadapkan dengan situasi yang menguras kewarasan ini.
Namun, alhamdulillah, aku bisa segera sadar.
Alhamdulillah, nggak pernah sedikitpun aku mempertanyakan atau menggugat kehamilanku. Malahan aku sangat mensyukuri kehamilanku karena sudah melihat banyak kasus pasangan yang kesulitan dikaruniai momongan.
Pun terkait perihal pernikahan. Aku justru sangat mensyukuri pernikahanku karena dipenuhi cinta dan kasih sayang. Masa-masa tesis yang berat ini terasa lebih ringan karena ada teman halal yang selalu menguatkan.
Terakhir, untuk kuliah S2 ini, memang ini adalah kemauanku sendiri karena merasa ilmuku masih kurang dalam. Aku sadar aku perlu mengangkat derajatku sendiri, dan caranya ya melalui ilmu. Saat menghadapi kesulitan ini, tiba-tiba aku membaca quotes terkenal dari Imam Syafi’i yang berbunyi,
“Apabila kamu tidak sanggup menahan lelahnya mencari ilmu, kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan.”
Nah. Loh.
Aku sudah menyaksikan betapa perihnya kehidupan orang-orang yang hanya mengandalkan kekuatan fisik tanpa melibatkan ilmu untuk bertahan hidup. Mungkin memang mereka rezekinya melalui jalan tersebut ya, tetapi aku tidak ingin seperti itu dan aku yakin aku bisa mengubah nasibku dengan usaha dan doa.
Saat itulah aku sadar bahwa semua perjuangan melelahkan yang aku hadapi saat ini adalah jalan terjal menuju kelapangan di masa depan.
Kesulitan di dunia akademik ini nggak ada setaikukunya kesulitan di dunia nyata. Kalau aku nggak bisa menghadapi kesulitan sekecil ini, bagaimana kalau nanti aku mendapatkan kesulitan yang lebih besar? Masa mau kabur? Lagi pula mau kabur ke mana?
Akhrinya aku pun belajar untuk ikhlas.
Semua langkah aku pijak satu per satu.
Semua rintangan aku selesaikan perlahan.
Terkadang aku berhasil.
Seringnya aku harus mengulang.
Tidak apa-apa.
Tidak semua kesulitan mudah dihadapi.
Tidak semuanya harus berhasil dilalui.
Saat aku gagal …
yang perlu aku lakukan hanya mengatur ekspektasi.
“Aku bukan gagal, aku hanya sedang belajar.”
Saat jerih-payahku tidak membuahkan hasil sempurna …
yang perlu aku ucapkan hanyalah,
“Ini tidak gagal. Ini yang terbaik yang bisa kulakukan.”
Belajar mengenal kata cukup.
Belajar mengetahui batasan diri.
Belajar melampaui prasangka.
Aku rasa, selama berkuliah di universitas terbaik di Indonesia ini, tiga pelajaran itulah yang paling berharga buatku,
dan aku mempelajari ketiga ilmu tersebut berdua bersama anakku.
Satu bonus lagi dari hamil sambil menggarap tesis adalah anakku mendapatkan limpahan doa “Wah, anaknya pasti pintar nih” dari setiap orang yang aku temui. Hihihi. Rasa-rasanya anakku pantas sih menyandang gelar M. Hum. karena sudah berjuang bersama denganku selama semester ini 😀
Sekian kisah trimester keduaku yang dipenuhi air mata sekaligus senyuman haru. Perjuanganku menyelesaikan tesis ini belum selesai meskipun sudah sidang. Masih ada revisi yang masih harus dituntaskan. Namun, setidaknya, aku sudah tidak perlu puyeng memikirkan uang semesteran!
Tidak sabar mengucapkan selamat tinggal pada kampusku, sekaligus mendatanginya lagi dengan status baru: lulusan UI. Hihihi.
Setelah direncanakan sekian lama, akhirnya aku bisa juga mengakusisi ide yang sudah muncul bahkan dari sebelum menikah. Memang aku ini suka banyak kepingin dan rencana tetapi sering kesulitan untuk mewujudkannya. Kalau di kepanitiaan, aku cocoknya jadi seksi acara yang menyusun konsep dan bermodalkan telunjuk buat nyuruh-nyuruh panitia lain hauhauhau.
Dalam unggahan kali ini, aku akan membagikan pengalamanku dalam menjalani trimester pertama kehamilan pertamaku. Ada banyaaaaak banget pergolakan batin dan pembelajaran yang aku rasakan. Rencananya (rencana lagi tuh kan) aku akan menulis cerita tentang kehamilan itu tiap trimester karena menurut keyakinan umat saat ini, perkembangan ibu hamil dan janin itu secara signifikan dapat terlihat setiap tiga bulan.
Untuk trimester awal ini, semua pengalamanku dapat diwakilkan dengan satu kata: DRAMA. Hwahahaha. Sebetulnya aku memang sudah langganan berdrama dari sebelum menikah, tapi saat hamil, wah …. Udah deh. Drama korea juga kalah sama aku.
Sebelum intronya semakin panjang dan ngalor-ngidul, yuk ah langsung saja kita bahas!
Ucapan dan harapan adalah doa.
Sebelum menikah, aku dan (saat itu masih calon) suamiku memang sudah menegaskan nggak akan menunda momongan. Bagi kami, momongan adalah rezeki. Ya kali rezeki mau ditunda-tunda. Jadi, aku dan (saat itu masih calon) suamiku menolak gagasan mamah mertua untuk KB. Niat (calon) mamah mertua (mamah suami) sebetulnya baik. Aku dan suamiku belum mapan secara ekonomi jadi, secara logika, memang lebih masuk akal untuk hidup berdua dulu. Lagipula, aku sedang menyusun tesis jadi kebayang kan ribetnya gimana hidup aku dan suamiku. Baru nikah, masih ngeureuyeuh, lagi bikin tesis, kalau ditambah anak, pasti, secara perhitungan manusia, makin repot aja hidupnya.
Namun, aku yakin bahwa rezeki itu sudah diatur sedemikian rupa oleh Yang Maha Kuasa, tugas manusia adalah berusaha sekeras mungkin. Lagipula, aku nggak mau mendahului penilaian Yang Maha Kuasa dengan mengatakan bahwa kami nggak akan sanggup mengasuh anak karena masih berjuang secara ekonomi. Kalau Allah swt. menilai kami belum siap, pasti aku nggak akan diizinkan hamil. Kalau Allah swt. menilai kami sudah siap, maka kami pasti sudah siap. Mamahku juga menegaskan kalau Allah swt. itu pasti ngasih apapun itu sudah dengan ujian dan solusinya. Kalau aku hamil, maka Allah swt. pasti sudah menyiapkan paket dengan rezeki dan juga ujiannya. Begitu. Tuhan itu sesuai dengan apa yang makhluknya sangka, bukan?
Kami menikah tanggal 11 November 2018. Dasar nggak punya ilmunya kali ya, aku dan suamiku udah berdoa semoga aja bisa langsung cespleng tekdung gitu, padahal jadwal menstruasi aku itu sekitar tanggal 17-18. Pas cerita ke Mamah, beliau ngikik, “Ya nggak mungkin hamil lah kalau gitu mah. Paling cepet juga bulan berikutnya”. Aku dan suami cuma senyum mesem-mesem aja hihihi.
Namun, nggak lama kemudian, rezeki itu datang.
Awal mula curiga hamil
Jangan remehkan firasatmu, wahai kaum perempuan.
Ya tapi jangan sampai parnoan juga ya.
Di bulan Desember, aku dua kali ditinggal jauh suami. Awal Desember suami harus menemani murid-muridnya study tour ke Baduy. Sementara pertengahan Desember, suamiku ada wisata dengan guru-guru ke Malang. Sebetulnya aku diajak sih tapi saat itu sedang UAS (bukan nama ustad), jadi nggak mungkin aku ikut. Selain itu, tanggal 5 Desember, aku jatuh di tangga aborsi Stasiun UI, jadi ya jalannya minta ditanya warga sekitar banget.
Masa terberat sebetulnya pas suami ke Baduy karena ketiadaan sinyal. Kebayang nggak sih galaunya kayak gimana. Ditinggal suami, kaki sakit banget, plus lagi UAS. Triple kill! Pokoknya bulan Desember itu bulan terberat di tahun 2017 lalu. Setiap suami nelepon, yang hanya 1-2 kali, aku pasti nangis. Hauhauhau. Pas suami akhirnya bisa nengok ke kostan, nangis lagi. Pas suami mau pulang dan aku nggak bisa ikut, nangis teruuuusssss sampai akhirnya suami nyuruh aku ikut pulang aja. Nggak tega lihat aku nangis sesenggukan barijeung biwir jading tea. Cengeng abis kayak abis nonton episode terakhir drama I’m Sorry I Love You.
Menyadari kelebayanku, aku bingung juga karena aku bukan tipe orang yang cengeng … KE CU A LI setiap jadwalnya tamu bulanan. Ibu-ibu dan mbak-mbak semua pasti ngerti ‘kan fase ini hihihi. Jadi saat itu aku mikir, “PMS kali ini dahsyat juga ya”. Belum kepikiran tuh kalau aku hamil. Namun, ketika aku udah sering mual-mual, sakit punggung, tenggorokan keriiiing banget, dan setiap hari mimpi buruk padahal udah berdoa dan baca surat pendek sebelum tidur, mulai deh curiga. Di tanggal 15 Desember, akhirnya aku tes kehamilan, dan #jengjengjeng ….
garis dua, tjuy!
Oh.
Cengeng.
Posesip.
Nyebelin.
Mual.
Sakit punggung.
Nyeri payudara.
Tenggorokan kering.
Itu …
Ternyata ….
TERNYATA! Semuanya masuk akal ~
Bahagia? Jelas!
Senang? Banget!
Mual? Sudah tentu.
Aku nggak langsung mengabari suami karena masih ragu, takut salah, padahal udah ngabisin tiga tespek hahahaha. Untuk memastikan, aku nanya ke kakak dulu. Setelah diiyakan … tetep nggak langsung ngasih tau dong hohoho. Aku memikirkan cara dan waktu yang tepat untuk ngasih tau suami. Awalnya mau nunggu doi pulang dulu, tapi takut kelamaan, jadi akhirnya aku kabari lewat telepon. Seperti yang sudah kuduga, reaksi suamiku pasti akan sangat lebay dan heboh.
R: Beb, kamu masih suka berdoa nggak di sujud akhir setiap solat?
Heboh lah pokoknya. Sebagai generasi no pic = hoax, suamiku langsung minta kirim foto tespeknya. Setelah dikirimi, langsung deh itu bapak-bapak satu heboh lagi dan jadi pingin cepet pulang hahahaha.
Kamu berubah!
Hamil itu … membuat sensitivitas wanita menjadi meningkat sebanyak 5730573206%. Asli. Nggak bercanda aku mah. Korbannya? Tentu saja suami.
Di minggu 0-4, masih belum ada perubahan besar selain sensitipitas dan nyeri di sekitar payudara. Aku masih bisa makan banyak, belum mencium bau-bauan, dan belum muntah-muntah. Masih nyaman banget lah. Ya paling lemas-lemas sedikit. Aku udah senang aja. Kiraiiiin, kondisi ini akan bertahan sampai selamanyah. Hehehehe. Dasar Ra’idah ini memang sok tau 😊 Jangan ditiru ya ibu-ibu semua 😊
Di minggu 6-8 … nah ini nih, mulai nih … keluarlah naga yang selama ini bersembunyi. Luar biasa. Kesoktauan aku soal mabok dan mual di masa kehamilan benar-benar dicerahkan di sini. MUAL DAN MABOK ITU NYATA, JENDRAL. Dari mulai pusing, lemas, segala bau-bauan jadi 93581395% lebih menyengat, makan salah, nggak makan apalagi, setiap makan 80% bakal keluar lagi, nggak bisa masak, lambung perih banget tapi nggak boleh minum obat maag. Jangankan bau orang lain ya, bau kentut dan ketek sendiri pun bikin emosi loh hauhauhau.
Setelah lulus melalui masa trimester pertama, aku dapat menyimpulkan setidaknya enam perubahan yang aku alami berkat pergolakan hormon ini. Di bawah ini akan aku sebutkan perubahan-perubahan itu dengan harapan akan menjadi panduan calon ibu lainnya yang merasa berjuang sendiri. Aku pribadi merasakan banget loh ketenangan batin saat mengetahui bahwa ibu-ibu lain juga mengalami hal yang serupa denganku di selama masa kehamilannya. Seperti menemukan teman seperjuangan yang luar biasa hebat. Untuk para calon ibu atau pun bumil yang baru memasuki trimester pertama, jangan khawatir apabila kalian mengalami beberapa hal di bawah ini!
1. Sensitif sensitive sensitip.
Satu hal yang paling bikin emosi diri sendiri dan bingung suami adalah nggak mau deket-deket suami (karena bau) tapi nggak mau ditinggal juga. Hehehe. Suami berangkat kerja, ngerasa ditinggalin. Suami solat ke masjid, ngerasa ditinggalin. Suami makan duluan, ngerasa ditinggalin. Suami ke wc, ngerasa ditinggalin. Suami tidur ngebelakangin, ngerasa ditinggalin.
Luar biasa.
Insya Allah dedek bayinya nggak akan rewel ya karena semua jatah dramanya udah diambil sama ibunya.
2. Marah-marah molo kayak belum gajian enam bulan
Hhhhh …
Hhhhh …
Kalau poin pertama itu membahas sensitif yang cengeng, nah poin dua ini membahas sensitif yang marah-marah molo kayak naga kehilangan anaknya.
Apakah kalian kerap emosi jiwa setiap kali menjelang datang bulan?
Nah, saat trimester pertama, pergolakan emosi jiwanya ini lebih luar biasa lagi.
Kalau ingat poin ini, aku merasa bersalah banget sama semua pihak-pihak yang udah kena marah, kesel, judes, dan betenya aku (terutama keluargaku).
Satu kejadian yang paling aku ingat adalah saat aku lagi susah makan banget, terus akhirnya mau makan karena ada mpek-mpek. Adikku sudah berbaik hati mau menggorengkan mpek-mpek dan menyiapkannya untukku. Pokoknya aku tinggal lep aja.
Nah, sesaat sebelum aku menyendokkan itu mpek-mpek ke mulutku, si adikku ini berulah. Saat itu dia baru selesai gunting kuku, terus melihat ada cicak di depannya. Entah bisikan syaiton apa yang menghasutnya sampai-sampai adikku dengan gagah beraninya MELEMPARKAN ITU GUNTING KUKU KE CICAK HINGGA EKORNYA PUTUS DAN UGET-UGETAN.
Aku yang sedang tidak pararuguh saat itu menyaksikan kejadian menggeuleuhkan itu secara live dari jarak 1,5 meter. Tanpa pikir panjang, langsung keluarlah amarah yang membuncah dari mulutku. Kira-kira seperti ini,
“ASTAGHFIRULLOHALADZIM AI KAMU MENI GA ADA PIKIRAN ETA NGAPAIN NGELEMPARIN GUNTING KUKU SEGALA TINGALI ATUH BUNTUT CAKCAK NA KOT KA PEGAT KITU JABA UTEK-UTEKAN DEUIH GAREULEUH TAU GA IH TEIDA GA NAPSU MAKAN SEKARANG MAH AAAAKKKKKKK”.
Lalu aku menangis.
Yang dimarahin siapa, yang nangis siapa …..
Dipikir-pikir sekarang, kasihan amat ya adikku, udah lah masak buat aku, eh dimarahin juga huhuhu.
Begitulah saudara-saudara, ibu hamil itu galaknya persis ayam yang lagi mengerami telur. Senggol tebas mode: max banget. Makanya hati-hati ya kalau lagi dekat bumil yang lagi menjalani trimester pertama. Salah omong sedikit, bisa panjang perkaranya.
3. Merasa tidak berdaya dan tidak berguna
Poin kedua ini sebetulnya turunan dari poin pertama, tetapi aku merasa perlu dibahas lebih jelas karena cukup penting.
Nggak bohong deh, aku merasa seperti mayat hidup selama trimester pertama ini, padahal menurut mamahku, morning sickness-ku itu belum seberapa. Mabuk, mual, pusing, pahit lidah, sakit punggung, dan badan lemas membuat aku nggak berdaya. Seharian cuma bisa tiduran di kasur, bahkan ke WC pun penuh perjuangan loh. Akibatnya, jangankan mengurus suami, mengurus diri pun nggak bisa. Aku udah nggak pernah masak lagi buat suami karena, jangankan ngiris bawang, masuk ke dapur aja langsung “nyanyi”. Kasihan banget deh suamiku huhuhu. Malah, jadi beliau yang kerepotan mengurusi aku, dari mulai beliin makan, ngambilin minum, usap-usap punggung, dan nungguin di luar WC setiap kali muntah.
Kondisi tersebut membuat aku merasa nggak berguna banget sebagai istri dan hanya merepotkan suami aja. Lebay ya hahaha.
Akan tetapi …
Percayalah, saat trimester pertama, kalian akan selebay ini kok hahaha.
Nah, kalau kalian udah berpikir seperti ini, langsung deh buru-buru istighfar atau ingat Tuhat. Camkan (widiw, galak amat buk) pada diri kalian bahwa kondisi kalian ini normal untuk ibu hamil. Istilahnya, mau gimana lagi, memang begini keadaannya. Kalau dibawa stress, malah semakin parah loh dan nggak baik juga buat dedek bayinya. Suami pun harus mengerti kondisi istrinya karena ya ini kan hasil perbuatan mereka juga, ya harus tanggung jawab dong hihihi. Support suami sangatlah diperlukan untuk membuat bumil lebih tenang dan ikhlassssss.
4. Sakit maag sepanjang hari
Adik-adik semua, terutama para gadis yang belum menikah, rawatlah lambung kalian sebagaimana kecap Bango merawat biji kedelai hitam Malika.
Sejak beberapa tahun yang lalu, aku menderita sakit maag. Menurutku sih penyakit ini bukan karena aku suka makan makanan pedas, tetapi karena jam makanku yang sembarangan. Saat lapar, aku nggak akan langsung makan, tapi menahannya sampai lewat rasa laparnya, kemudian barulah aku makan di sore menjelang malam. Jadi, setiap hari, aku hanya makan sekali saja.
Ckckck.
Biar apa tuh?
Biar kurus.
Yup, dulu, seperti halnya gadis-gadis pada umumnya, aku terobesesi buat kurus. Sayangnya, keinginanku itu nggak diwujudkan dengan pola hidup sehat. Saranku ya untuk para gadis remaja yang masih sangat mementingkan bentuk tubuhnya daripada kesehatan, stop sekarang juga. Kalau mau langsing, ya atur pola makan dan rajin olahraga. Menurutku, itu cara yang paling sehat untuk mendapatkan berat badan ideal. Jangan langsung termakan jamu, obat langsing, metode diet anu ani ina inu yang menjanjikan tubuh kurus tanpa perlu olahraga. Meskipun nih ya metode tersebut bekerja, tetapi belum tentu kurusmu itu kurus sehat.
Gara-gara ingin kurus sampai mengorbankan kesehatan lambung, aku jadi kena akibatnya pas hamil ini. Asli deh, itu heatburn dari pagi sampai pagi lagi, nggak sembuh-sembuh. Dokter sebetulnya mengizinkan aku minum obat maag, tetapi masalahnya, obat maag-nya hanya bekerja selama maksimal 5 jam aja. Habis itu, ya perih lagi deh.
Untuk para bumil dan calon bumil yang punya sakit maag, jangan lupa bilang ke dokter saat cek kandungan pertama dan kalau perlu, minta resep obat maag. Saat hamil, penyakit maag berkemungkinan besar akan kambuh dan membuat kalian menderita 99352% lebih banyak. Biasanya sih dokter akan meresepkan Antasida atau Ranitidin, bukan obat maag cem Promaag begitu. Kalau misalnya obat maag nggak membantu banyak, yah … pasrah aja … di trimester kedua, masa ini akan berlalu kok.
Tips dariku adalah: jangan biarkan perut kosong. Harus paksa buat makan ataupun ngemil meskipun segigit dua gigit. Banyak minum juga ya. Biasanya sih bumil suka punya preferensi minuman tersendiri, air putih hangat atau air putih dingin. Kalau aku sih tim air putih hangat, tetapi ada temanku yang harus minum air putih dingin terus. Namun yang jelas, perbanyak minum air putih, jangan air lain yang mungkin akan memperparah mual dan sakit maag. Lalu kurangi makan pedas juga ya. Bukan apa-apa nih, kalau muntah-muntah, si rasa pedasnya akan membuat perih mata, tenggorokan, dan hidung. Super nggak nyaman.
5. Jerawatan ~
Salah satu perubahan fisikku yang paling kentara adalah jerawatan ini. Jerawatnya pun terpusat loh, di dahi dan atas bibir. Jerawat hormonal ini ya nggak bisa diapa-apain sepertinya … Ya paling hanya dikurangi dengan bantuan produk perawatan, tapi aku takut sist karena beberapa artikel menyebutkan bumil tidak diperbolehkan menggunakan produk antijerawat dan pemutih. Makanya selama hamil, aku benar-benar stop perawatan kulit. Selain takut, ya malas juga ke kamar mandinya hahaha. Sabun cuci muka pun udah jarang banget aku pakai loh. Pokoknya Ra’idah yang dulu rajin merawat wajah dan tubuh sudah tidak ada hahaha. Namun, ajaibnya, kulit aku nggak berubah jadi gimanaaaa gitu. Ya biasa aja. Mungkin efek hormon juga ya. Menurut mamahku, bumil itu biasanya kulitnya lebih bersinar dan cantik karena efek hormon hihihi. Aku sendiri nggak terlalu mempermasalahkan tampilan luar sih karena ya ngapain hahaha. Suami pun nggak pernah menuntut aku buat tampil cantik karena memahami kondisi aku. Boro-boro tampil cantik, bangun dari tempat tidur aja sudah syukur alhamdulillah.
6. Mudah khawatir pada janin
Yang namanya ibu, pasti mengutamakan anak daripada dirinya sendiri, betul ibu-ibu?
Ketika hamil dan mengalami susah makan dan bahkan minum, hal yang pertama kali aku khawatirkan adalah si jabang bayi ini.
“KALAU PERTUMBUHANNYA TIDAK SEMPURNA, GIMANA? KALAU DIA KURANG GIZI, GIMANA? KALAU DIA TIDAK TUMBUH DAN BERKEMBANG, GIMANA?”
Kira-kira itulah yang selalu aku tanyakan pada diriku sendiri. Aku sangat ketakutan karena asupan makan aku selama hamil kan minim banget ya. Bisa makan sekali sehari aja udah alhamdulillah. Biasanya malah selalu muntah setiap habis makan. Terus si anak dapat asupan gizi dari manaaaaa kan dia masih bergantung banget sama ibunya?
Nah, ternyata, meskipun aku susah makan, tapi anakku bisa tumbuh dengan baik. Our baby is stronger than we thought! Menurut dokter sih dia mengambil cadangan makanan dan sari-sari kehidupan ibunya, makanya masih bisa tumbuh dengan baik meskipun ibunya susye makan. Wah, pantas aja berat badanku turun hampil 10 kilo di trimester pertama ini hahaha.
Jadi, sebelum menikah dan hamil, berat badanku ini mencapai 60 kilogram, dan itu ukuran terberatku selama setengah setengah abad usiaku. Bisa dilihat di foto pernikahan aku, tanganku gede banget dah persis tangan tukang pukul di sinetron-sinetron. Nah, di trimester pertama, berat badanku menyusuuuttttt sampai hanya 50 kilo saja. Bayangkan, ke mana larinya itu 10 kilo dalam waktu dua bulan. Dokter pun sampai shock pas tahu berat badanku turun drastis, tapi alhamdulillah dedeknya sehat dan aktif.
Lalu, apakah penurunan berat badan ini normal?
Normal kok ibu-ibu karena di trimester pertama ini para bumil mengalami mogok makan berminggu-minggu. Namun kalau misalnya ibu-ibu nggak mengalami penurunan berat badan juga ya nggak apa-apa. Kalau kata dokter sehat, berarti sehat 😉
7. Mudah lelah dan nggak bisa berpikir
Poin ketujuh ini adalah kombinasi dari semua poin di atas. Aku pribadi sangat merasakan perubahan ini karena sedang menggarap tesis. Kalau lagi nggak nesis sih kayaknya aku nggak akan mikir sama sekali hahaha.
Setiap kali mengerjakan tesis, kandunganku langsung nyeri dan lambungku langsung periiiiihhhhh kayak lihat klasemen Liga Inggris sekarang. Jangankan menganalisis, membaca buku teori saja kutak mampu, kak. Entah emang niatku kurang gede ataukah bawaan orok hahaha. Pernah tuh ya aku memaksakan diri untuk menganalisis sekuen, eh langsung muntah-muntah dong. Alhasil, selama trimester pertama, perkembangan tesisku berbanding terbalik dengan perkembangan janinku dan pekerjaanpun terlantar. Pokoknya, semua kegiatan yang melibatkan otak, pasti langsung bikin mual, pusing, dan lelah. Baik amat ya si dedek, mau ibunya tiduran dan istirahat aja.
Bonus
Tapi, kok perutku belum kelihatan membesar?
Salah satu momen lucu dan seru di masa kehamilan adalah melihat perut kita tiba-tiba membuncit karena dihuni oleh malaikat mungil. Namun, ada juga loh bumil yang tidak tampak seperti ibu hamil, termasuk aku ini.
Biar kusampaikan pesan moral poin ini terlebih dahulu: jangan membanding-bandingkan kehamilanmu dengan kehamilan bumil lain.
Di trimester pertama, biasanya perut bumil belum terlihat membesar karena si jabang bayinya pun masih kecil. Biasanya sih di bulan ketiga menjelang keempat baru mulai terlihat. Namun, hingga bulan keempat, perutku belum terlihat membesar loh. Bahkan sampai saat ini pun orang-orang masih nggak percaya kalau aku hamil karena nggak kelihatan hahaha.
Bumil yang super sensitif biasanya akan baper kalau dikomentari hal seperti ini. Makanya adek-adek, kakak-kakak, ibu-ibu semua, tahan komentarmu pada bumil ya. Sementara untuk bumil, jangan pedulikan komentar orang-orang nyebelin itu hihihi.
Kehamilan setiap orang itu berbeda-beda. Alhamdulillah aku udah banyak menyaksikan kehamilan anggota keluarga dan temanku. Memang ada yang sejak usia 3-4 bulan udah terlihat membuncit, tapi ada juga yang baru terlihat membuncit di usia 7-8 bulan. Menurut pengamatanku sih hal tersebut dipengaruhi tubuh bumil dan bayinya sendiri. Ada bayi yang menyerap semua nutrisi makanan ibunya, jadi ya bayinya gede, ibunya B aja. Ada yang ibu dan bayinya kompak sama-sama besar. Ada pula yang ibunya besar, bayinya nggak besar tapi ya normal. Menurutku sih yang penting menurut dokter, janin dan tubuh bumilnya sehat serta normal. Itu aja. Nggak usah dengerin apa kata orang, apalagi netijen yang budiman.
Itu dia beberapa poin yang mau aku sampaikan. Sepertinya sih hanya poin-poin di atas aja yang penting untuk disampaikan, kalau misalnya nanti ada yang mau ditambahkan, aku akan segera merevisi unggahan ini kok hihihi.
Untuk update kisah trimester kedua, nanti akan aku ceritakan saat sudah memasuki trimester ketiga. Doakan saja ya semoga aku dapat menyampaikan semua yang ingin aku sampaikan di sini. Untuk pembaca yang sudah pernah dan sedang hamil, boleh loh berbagi cerita serunya di kolom komentar 😉
Akhir kata, semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membacanya!
Assalamu’alaikum pembaca blog-ku (yang semoga saja) setia.
Setelah sekian lama nggak update blog, akhirnya aku sempat untuk kembali mengetik dan menumpahkan uneg-uneg di sini. Untuk sekadar informasi aja, aku menghilang dari dunia blog sejak dua bulan lalu itu disebabkan oleh berbagai kepentingan dunia dan akhirat yang tidak mungkin untuk ditinggalkan.
Pertama, ada proposal tesis yang harus diselesaikan pada bulan November dan dipresentasikan di bulan Desember. Kedua, sejak bulan Oktober pun aku sedang mempersiapkan pernikahan yang, alhamdulillah, sudah dilaksanakan pada tanggal 11 November. Dua hajat penting tersebut terpaksa harus menumbalkan kegiatan lain yang kuanggap level pentingnya nggak setingkat, yaitu nge-blog.
Setelah proposal selesai dipresentasikan (baca: dibantai oleh dosen-dosen), aku harus revisi dan mulai bimbingan tesis.
Rajin amat buuuu.
Lulus S2 tepat waktu memang menjadi prioritasku di tahun 2018 ini. Bukan karena rajin-rajin amat atau biar kelihatan berintelegensi tinggi, tapi lebih ke faktor ekonomi. FYI, BOP semesteran jurusanku, yang nggak banyak praktikum dan apalah-apalahnya aja bisa sampai Rp 9 jutaan. Wedew. Kebayang kan kalau aku ngaret satu semester? Uang yang bisa buat nyicil rumah malah melayang begitu saja. Hhhh. Makanya aku membulatkan tekad supaya bisa lulus tepat waktu.
Selesai revisi dan menanti jadwal bimbingan, rencananya sih, aku ingin mem-posting apaaaa gitu di blog. Namun, alhamdulillah dikasih rezeki lagi, ternyata aku positif hamil. Entah sugesti atau apa ya, setelah tahu sedang hamil, aku semakin mual-mual dan nggak berdaya. Ketika tahu aku lagi hamil, motivasi lulus aku langsung menanjak tajam. Aku ingin hamil dan melahirkan dengan tenanggggg jadi harus maksain diri untuk menggarap tesis meskipun sambil uwo uwo.
Meskipun sibuk dan sedang dalam kondisi yang kurang fit, aku nggak mau dong kalau aktivitas nge-blog-ku benar-benar terhenti jadi aku coba sedikit-sedikit menulis lagi. Namun, aku harus bisa mengatur diri agar nggak stress dan terbebani. Menulis blog adalah hiburanku jadi aku mau happy-happy aja, nggak mau nulis yang serius banget. Kasian dedeknya kalau diajak mikir mulu, jangan-jangan begitu lahir langsung jadi filsuf nih.
Kehamilan ini pun membuatku harus stop me-review produk karena takut bahaya untuk janin. Ngomong-ngomong soal produk, sejak tahu lagi hamil, aku udah stop pakai segala perawatan karena takut nggak aman. Walhasil, wajah aku sekarang berada dalam titik nadirnya. Dahi dan daguku jerawatan nggak berhenti-berhenti, sementara kulit hidungku kasar dan mengelupas. Nggak betah! Cuma ya gimana lagi. Produk kecantikan yang aman buat bumil biasanya mihil sementara kondisi keuangan aku belum stabil, dan nggak tega minta ke suami. But don’t worry, aku udah menemukan produk kecantikan yang aman untuk ibu hamil dan terjangkau. Semoga aja produknya segera sampai biar bisa cepat aku coba.
Anyway, aku ngerasa bersalah sama suamiku karena sebelum nikah, aku rajiiiin banget perawatan karena memang waktu itu belum ada tanggung jawab sebesar sekarang. Jadi, aku bisa membelanjakan uangku sesukanya. Beli produk perawatan atau makeup seharga dua ratus ribu aja aku berani. Nah, semenjak menikah, aku udah nggak bisa belanja—belinji sesukanya karena ada masa depan yang harus disusun. Sepuluh ribu pun jadi amat berharga dan sayang buat dibelanjakan kalau nggak penting-penting amat. Apalagi sedang hamil begini, belanja untuk diri sendiri itu rasanya kok berat ya. Aku lebih memilih uangnya ditabung untuk biaya lahiran dan perawatan anak nanti. Alhamdulillah, suamiku ngerti dan bahkan minta maaf karena belum bisa memfasilitasi kebutuhan aku.
Namun, nggak setitikpun aku menyesali pernikahanku. Mengetahui ada seorang laki-laki asing yang bersedia menyayangiku setulus doa ibu dan tidak mempermasalahkan masa laluku adalah satu alasan kuat untuk mengiyakan ajakannya. Setelah menikah dan merasakan berjuang bersama untuk memahami arti bahagia yang tidak melulu diciptakan oleh harta, menertawakan hal sederhana berdua, dan menghadapi ujian serta kepahitan hidup yang terasa lebih ringan saat ada yang membantu dan menguatkan adalah tiga hal yang lebih dari cukup untuk mensyukuri kehadirannya di dalam hidupku.
Duh udah ah. Pergolakan hormon saat hamil membuat aku jadi sensitif dan mudah leweh. Posting-an kali ini aku maksudkan untuk jadi pembuka posting-an selanjutnya yang akan membahas pernikahan dan kehamilan pertamaku. Aaaaaaaaaaaaaaaaaak. Siapa yang excited? Nggak ada? Yaudah nggak apa-apa, bakal tetap aku tulis kok. Hohoho.
Sekian dulu ya. Aku mau lanjut ngegarap tesis. Sedikit-sedikit aja, lama-lama juga selesai ~
Beberapa hari yang lalu, hatiku tiba-tiba tergerak untuk membacakan doa terhindar dari lilitan hutang yang Mama kirimkan Mama di grup WhatsApp keluarga.
Artinya: “Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari rasa kebingungan dan kesedihan, berlindung pada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, dan aku berlindung pada-Mu dari sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung pada-Mu dari belenggu hutang dan kekejaman manusia”
Tidak kusangka, doaku dibalas langit begitu cepat.
Mungkin, Allah segera menjawab doaku sehingga peristiwa ini terjadi. Jujur saja, peristiwa ini salah satu pengalaman hidup yang paling apalah banget. Aku merasa seperti tokoh protagonis yang hidupnya dijegal oleh banyak tokoh antagonis.
Iya, sinetron banget.
Beberapa menit setelah peristiwa ini terlalui, aku kaget, bingung, heran, marah, kesal, dan kecewa. Namun sekarang, aku cuma bisa terkikik geli. Ada-ada aja deh ah!
Udah deh, sebelum intronya terlalu panjang. Marikutcus ~
Kronologis.
Pukul tiga subuh, aku sudah bak bik buk menyelesaikan pekerjaan yang tertunda karena tugas. Waktu cepat berlalu, alarm handphone-ku berdering tepat pukul lima dan memerintahkanku untuk segera merapikan barang-barang dan bersiap pulang. Tiga puluh menit kemudian, Go-Jek selesai kupesan dan melesatlah aku melawan kabut tipis di sekitar kampus. Commuter line menuju Bogor tiba sekitar pukul enam kurang sedikit. Aku berdesak-desakkan di gerbong khusus wanita karena kebetulan sekali gerbong tersebut berhenti di hadapanku.
Perjalanan ke Bogor memakan waktu yang cukup menyiksa kaki sebab beberapa kali kereta diparkir lama. Telapak kaki dan leherku pegal, tidak sempat mencicipi nikmatnya kursi. Namun tidak mengapa. ‘Kan nanti aku akan duduk lama sekali, aku menghibur diri. Pukul tujuh kurang beberapa menit, kereta yang kunaiki tiba di Stasiun Bogor dengan muatan yang justru bertambah.
Perutku keroncongan, kemarin aku makan terlalu sore sehingga tengah malam sudah merasa lapar. Kuputuskan untuk melipir ke KFC terdekat, hanya beberapa meter sebelum stasiun. Senyumku terbit, Yuma pasti iri bila tahu pagi-pagi begini aku sudah menikmati hidangan KFC. Bukan ayam, memang, hanya satu mangkuk sup dan burger ayam setangkup. Namun sama saja lah.
Oh, aku beruntung. Antrean terlalu lengang, tidak ada orang. Aku buru-buru pesan sebab takut terlambat tiba di Stasiun Paledang. Namun katanya aku harus menunggu sebentar. Kulirik jam, masih pukul tujuh. Lebih dari cukup, aku bisa menunggu Burger sambil menanti kereta datang. Di belakangku, ada satu mas-mas. Tidak terlalu kuperhatikan. Aku beranjak duduk ke kursi terdekat meja kasir agar terdengar jika dipanggil.
Kamu tahu, manusia memiliki rasa peka terhadap pandangan. Aku malas mengakui sebab takut hanya sekadar kepongahan. Namun iya. Benar. Kurasakan mas-mas itu menatapku terus-menerus hingga terasa tidak nyaman. Namun kuabaikan, mungkin aku sedang berkhayal. Burger-ku belum juga selesai dan aku ingin cepat angkat kaki. Akan tetapi kuurungkan niat, uangku kadung terlelap di laci kasir sana. Masa aku nekat? Rugi tiga puluh satu ribu di pagi buta? Tentu saja tidak.
Menanti Burger terasa lebih lama dari acara dangdut di Indosiar. Tak dinyana, mimpi burukku jadi nyata: dihampiri pria tak dikenal di depan umum. Aku tidak suka diperhatikan, terutama di keramaian. Bagai jatuh, tertimpa tangga pula, pikirku.
“Rayi ya?” tanya mas-mas tersebut sembari ragu.
Keningku berulir. “Bukan, saya Ra’idah.”
“Boleh saya duduk di sini?” tanyanya sopan. Aku yakin wajahku menunjukkan ketakutan sebab masnya jadi segan. “Kalau nggak boleh, nggak apa-apa”.
Namun dapat kulihat, sebuah kata dan tanya sudah hampir melompat dari ujung mulutnya. Kini aku bersyukur. Saat itu, telah kuambil keputusan paling tepat sepanjang hidupku. “Silakan”, kugaruk lenganku dengan kuku yang memucat.
“Kita pernah chat di WeChat ya?”
“Hah? Saya nggak punya WeChat mas.”
Mas-mas itu tampak tidak terkesan. “Kalau LINE?”
“Punya.”
“Sudah dihapus?”
“Belum. Saya hanya punya satu akun LINE sejak dulu, dan masih aktif sampai saat ini.”
Ia lantas memperlihatkan handphone-nya yang sedari tadi ia genggam, sepeti senjata. “Ini foto kamu?”
Kulirik dengan sabar. Tampak seorang perempuan muda berkerudung kuning-jingga sedang tersenyum dan tidak melihat kamera. Oh, aku ketika muda. Beberapa tahun yang lalu. Loh, kok bisa? “Iya, mas, itu foto saya tetapi saya nggak punya WeChat. Nggak pernah main WeChat.”
“Tapi dia ngaku sebagai kamu. Kamu anak UI?”
“Iya.”
“Jurusan sastra? S2?”
“Iya” lututku mulai lemas.
“Tinggal di Bogor?”
“Nggak, saya tinggal di Depok tetapi sering ke Bogor.”
Mas-mas itu kemudian menanyakan satu hal yang amat pribadi sehingga tidak dapat kusebutkan di sini. Namun kupastikan, hanya orang-orang yang mengenalkulah yang mengetahui hal tersebut.
“Saya dan Rayi chat lama, intens, dan sudah menjurus ke hal berbau seks. Lalu tiba-tiba akun LINE Rayi menghilang dua bulan yang lalu, padahal sudah mengajak saya hidup bersama. Saya bingung, marah, dan kecewa. Kebetulan, barusan saya sedang naik angkot dan melihat mbak yang tampak seperti Rayi, Saya ikuti sampai ke sini, dan saya coba untuk sapa. Ternyata memang benar mbak ini yang ada di foto Rayi. Saya sampai bela-belain terlambat masuk kantor.” Penjelasannya selesai, mimpi burukku dimulai. Mas-mas tersebut kemudian mengungkapkan hal yang mengerikan.
“Akun Rayi bilang, dia bisa di-BO (bookingonline) dengan tarif lima ratus ribu.”
Kamu tahu, tanah yang kupijak seperti runtuh dan melesap ke dalam perut bumi saat mendengarnya. “Hah?!” pekikku.
Mas-masnya tampak sama terkejutnya denganku saat melihatku tercekat. “Ini fotomu, bukan?” Mas-mas tersebut lantas menunjukkan foto seorang perempuan berjilbab dengan hanya mengenakan lingerie.
“Bukan lah mas.” Kutahan emosiku. Lingerie-nya jelek betul! Tidak berkelas! Kenapa bukan pakai foto angel Victoria Secret saja sih? Hih.
“Lah, berarti saya kena tipu ya.” Mas-mas tersebut menyadari nasibnya. “Nama lengkap mbak siapa? R A F? Rayidah A-apa gitu saya lupa, Fakih?”
Aku segera mengambil KTP dan menunjukkannya pada mas-mas malang tersebut. “Ini nama lengkap saya, Mas.”
Mas-masnya terdiam. Aku pun. Kami bingung.
“Lalu, si akun palsu itu bilang apa lagi?”
“Dia bilang, dia sudah punya pacar. Bahkan dia mengirim fotonya.”
Jantungku mendingin. Aku sangat tidak suka apabila pasanganku dibawa-bawa ke dalam peristiwa seperti ini. “Mana, saya lihat.”
Mas-mas tersebut menyodorkan handphone-nya. Tampaklah seorang laki-laki dari kabupaten antah-berantah yang aku yakin si pelaku comot dari Google. Aku segera mengambil handphone-ku dan menunjukkan foto pasanganku yang sesungguhnya. Mas-masnya tampak terkejut, lega, juga tidak senang.
“Akunnya hilang kapan, tadi?” tanyaku lagi.
“Dua bulan lalu.”
“Oh, mungkin setelah pelakunya tahu kabar pertunangan saya.”
“Tunangan?” Masnya tampak kaget.” Kapan? Kapan menikahnya?”
“Tunangan bulan Juli lalu, menikah akhir tahun ini.”
“Sebentar lagi dong?” Masnya terperangah. Mungkin di saat itulah masnya benar-benar sadar bahwa akun yang selama ini menemaninya hanyalah akun jadi-jadian semata.
Kami berbincang lagi sebentar sebelum akhirnya pamit. Aku berjalan menuju stasiun Paledang dengan perasaan mencekam. Ini adalah fitnah paling kejam yang akan perempuan terima, selain menjadi perebut suami orang. Lantunan istighfar tidak berhenti keluar dari bibirku. Aku tidak berdaya. Jemariku menggelepar.
Dalam kepalaku, yang terpikir hanyalah siapa siapa siapa tega tega tega jahat jahat jahat terkutuk terkutuk terkutuk. Sekuat tenaga kutarik akal sehat. Aku ingat, aku sudah meminta tolong pada mas-mas tersebut untuk mengirimkan semua bukti chat. Aku harus membersihkan nama baikku. Bagaimanapun, aku tidak pernah tahu siapa saja korban dari si akun jadi-jadian ini.
Beberapa jam lalu, mas-mas malang itu mengirimkan rekap chat di aplikasi WeChat.
Melalui blog ini, aku resmi menyatakan bahwa aku hanya punya dua akun messenger, yaitu satu akun LINE yang tidak berubah sejak awal memiliki smartphone, dan satu akun WhatsApp dengan nomor belakang 1394. Akun Twitter dan Instagram-ku hanya @raidahazyyati . Selain akun-akun tersebut, dijamin palsu.
This slideshow requires JavaScript.
Foto profil akun palsu tersebut diambil dari Instagram-ku. Si pelaku dan korban kemudian berpindah chat ke LINE, chatting intens selama satu bulan sebelum akhirnya menghilang dua bulan yang lalu. Namun aku belum mendapatkan screen capture chat di LINE.
Menurut keterangan korban, sexchat yang dilakukan si akun palsu dengan korban cukup agresif, jadi mungkin korban malu untuk mengungkapkannya. Aku sempat membaca beberapa chat di LINE dan terlihat bahwa si pelaku mengetahui banyak hal tentangku, seperti perkuliahanku, proyek novelku, kebiasaanku untuk riset sebelum menulis, dan kisah masa lalu yang hanya diketahui oleh orang yang benar-benar mengenalku.
Dari hasil analisisku, aku dapat mengambil beberapa kesimpulan.
Pelaku mengenal dunia sastra atau kepenulisan. Terbukti dengan pemahamannya tentang survey atau observasi untuk kepentingan menulis. Mungkin juga pelaku pernah melihatku sedang melakukan survey sebab tahun lalu, aku melakukan survey untuk persiapkan novelku.
Pelaku mengenalku dan memiliki dendam padaku. Kenapa? Aku yakin, tindakannya ini bukan random act. Ia mengetahui keluargaku, masa lalu, serta masa kiniku. Jika random act, ia hanya akan mencuri foto dan berpura-pura menjadi orang lain. Namun, ia malah mengaku-aku sebagai aku, dengan nama yang dialay-alaykan (durhaka ke Pak Eddy heg kamu), lengkap dengan identitasku sebagai mahasiswa UI.
Aku hampir yakin pelaku adalah laki-laki karena kecenderungannya untuk mengobrol pendek-pendek. Mungkin aku salah. Mungkin pula aku seksis. Yah namanya juga usaha. Intinya, pelakunya kalau bukan laki-laki, ya perempuan.
Dari tiga analisis di atas, aku mendapatkan dua nama. Namun akun tidak mau suudzan. Kutahan semua spekulasi. Aku kan bisa saja salah, tetapi jika benar …
Reaksiku.
Mari kita tinggalkan dulu jiwa sastrawiku, dan masuk ke dunia komedi.
Ya. Buatku, setelah melalui beberapa jam merenungkan nasibku, nasib Alexis Sanchez musim depan yang yaudah lah ya semua Gooners juga ‘dah tao, dan nasib para korban laporan Setya Novanto, peristiwa ini sungguhlah aselole jos!
Awalnya aku marah. Ya pastilah. Siapa sih yang nggak ngamuk difitnah begitu? Apalagi, si akun jadi-jadian itu melakukan sex chat dengan fotoku, dan bahkan mengirimkan foto Mama dan video keponakanku untuk meyakinkan korban. Rasanya ingin aku seret ke meja hijau tapi apa daya, kagak ada uwitnye cuuuyyyyy.
kok dollar? antek asing ya kamu?
Lebih parahnya lagi, TULISANNYA ALAY BANGET YA LORD. Mbok ya kalau mau ngaku-ngaku anak sastra, apalagi UI, ya dijaga dong tulisannya. Kamu mau disuruh balik ke S1 sama dosen-dosen UI? Masa nulis “aja” jadi “ajj”, “iya” jadi “iyya”, “aku” jadi “aq”.
via vallen Google
Selain itu, YA MASA TARIF AKU CUMA LIMA RATUS REBU DOANG. SPP di UI itu sembilan juta rupiah persemesternya! BELOM SAMA KOSTAN, UANG BULANAN, UANG BELI BUKU, UANG BELI SKINKER DAN JUGA ME’AP. Minimal tuh sembilan miliar pajak ditanggung pembeli dibayar tunai di hadapan penghulu 😦
Fitnah lain yang nggak sreg di aku adalah, si pelaku bilang aku punya kendaraan. AKU NAIK GOJEK AJA PAKAI GO-PAY TAO GA BIAR DAPAT DISKON DAN POIN. Jadi, hidup kamu lebih sejahtera dari aku tapi kamu masih tega memfitnah aku yang melarat ini?
Jadi gini ya, wahai pelaku. Aku yakin deh kamu akan baca blog ini karena sesungguhnya kamu adalah stalker sejatiku. Gini loh. Masalahnya, kamu udah berani bawa-bawa Mamah Echin dan keponakanku sebagai alibi bahwa kamu adalah aku. Kalau kamu kenal aku, kamu tahu kan betapa saktinya doa seorang Mamah Echin? Kamu pikir, Mama sanggup menguliahkan keenam anaknya seorang diri itu cuma hasil kerja doang? Menurut L!
Aku tahu kamu tahu, Mama senantiasa berdoa setiap selesai solat wajib dan solat tahajjud malam agar selalu diberikan yang terbaik oleh Allah swt. Aku yakin, Mama termasuk hamba yang disayangi Allah. Terus, kamu nggak takut kesakitan hati Mama akan menimbulkan bala di hidup kamu?
Aku marah dan kesal sama kamu. Sangat. Ini masuk ke jajaran fitnah paling keji yang pernah aku terima. Sebelumnya aku pernah difitnah sembelit sama si Ira pas SMA, dan pakai kolor sebagai ciput sama satu sekolah. Namun itu nggak ada apa-apanya dengan peristiwa ini sebab kamu udah berani bawa-bawa keluarga aku.
Namun, belakangan aku sadar, aku pastilah sedikit banyak banget berperan atas terjadinya kasus ini. Aku sendiri ya nggak baik-baik amat. Jangankan orang lain, keluargaku aja pasti sering sakit hati karena perilakuku. Aku nggak mau menyalahkan orang lain sepenuhnya padahal aku pun berlumur dosa.
Kala manusia ada dalam derita // Dunia ini kan terasa neraka // Air mata tak cukup untuk berkata // Amarah bukanlah caranya bicara // Pa~~njatkan doa ~
Setelah mengesampingkan ego, rasa penasaran, dan keangkuhan,
dengan segala kerendahan hati
a k u m e m i n t a m a a f.
Aku minta maaf atas perilaku jahat dan kejamku di masa lalu terhadapmu, yang membuat kamu berani melakukan tindakan konyol, bodoh, dan tidak berperikemanusiaan ini.
Aku minta maaf karena membuatmu terjerumus ke dalam dosa besar.
Aku minta maaf karena dulu, aku adalah anak perempuan yang egois, kurang empati, dan berpikir pendek.
Tolong.
Silakan datang ke rumah,
minta maaf pada Mamah.
Kamu tidak tahu bencana apa yang akan menimpamu bila kamu biarkan
Mama memelihara sakit hatinya.
Padaku, tidak usah.
Aku anggap, hutangku padamu sudah lunas dengan kejadian ini.
Kita mulai dari angka 0, ya?
Juga, minta maaf lah sama para korbanmu. Kasihan loh.
Aku ngerti banget rasanya nunggu chat dari orang yang diharapkan TAPI KOK YA SI DOI MALAH MENGHILANG DAN TAU-TAU UDAH MENIKAH SAMA ORANG LAIN PADAHAL UDAH MIMPI MENGARUNGI BIDUK RUMAH TANGGA BERDUA.
Maaf mz Leo … Lebih baik kita kakak-adekan aja 😦
Imbauan kepada khalayak ramai.
Berdasarkan peristiwa yang menimpaku, kita dapat belajar bahwa pencurian identitas itu nyata. Namun khusus dalam kasus ini, pelakunya 100% mengincar aku karena secara konsisten mencuri foto-fotoku dari Instagram. Aku punya beberapa saran untuk para pengguna akun media sosial agar baik konten maupun citranya tidak rusak oleh keusilan para makhluk jahanam.
Watermark.
JANGAN KASIH KENDOR
Yha. Meskipun terkesan sok populer dan mengganggu a e s t e t i c dari foto yang diunggah, tapi penggunaan watermark di foto, terutama foto wajah dirimu yang di-jeblag-kan, sangatlah penting untuk menghindari pencurian identitas.
Stop unggah selfie (?)
Cakep mbak, kudanya. / via Shutterstock
Sebetulnya aku kurang menyetujui opsi ini. Ibarat melarang pembuatan atau pembelian pisau karena ada kasus pembunuhan. Masalahnya bukan di pisau, tapi di penggunanya. Namun, masih bisa disiasati kok.
Seperti yang diperagakan oleh mbak cakep di atas, ambillah foto diri dari jarak jauh, kira-kira setara jarak matahari dengan bumi, agar wajah kita nggak terlihat terlalu wakwaw. Selain itu, jarak tersebut akan membatasi perasaan personal antara kita dengan yang melihat foto.
Jagalah jarak agar jarak menjaga kita.
BUKAN JARAK YANG INI MALIHHHH / via Okezone
Selain itu, kalau fotonya diambil dari jarak lumayan jauh, kita kan jadi bisa leluasa memberi watermark.
Jangan foto sendirian.
“Bro kenal sama yang ketiga dari kanan ga bro?”/ via Wolfhallbroadway
Kenapa jangan foto sendirian? Lagi-lagi untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan foto. Semakin banyak orang di foto, semakin besar ada orang lain yang mengenali orang di foto tersebut. Hasilnya, akan ada lebih banyak orang yang bisa mengidentifikasi orang dalam foto tersebut.
Lah kalau jomlo pegimane cing?
Usaha dikit dong, ‘kan bisa ajak ayah, ibu, kakek, nenek, kakak, adik, sepupu, keponakan, atau kucing tetangga. KAMU PASTI BISA MENEMUKAN SESOSOK MAKHLUK YANG MAU FOTO DENGANMU! Jangan lupa, kasih watermark #tetep.
Jangan membagikan informasi pribadi di media sosial.
Memang rasanya gatal banget ya kalau kita mengalami peristiwa membahagiakan, apalagi kalau melibatkan orang terkasih. Ada desakan dari lubuk hati yang paling dalam untuk memamerkan pada dunia bahwa kita memiliki momen spesyal bersama si A, dikasih kado mahal sama si B, atau foto lagi peluk-pelukan sama pacar di atas kasur bertabur bunga dengan balon HBD SAYANG menempel di dinding, yang bulannya depannya berubah status menjadi mantan.
“Happy anniversary yang ke-dua minggu sayang uwuwuwuwuwu”/ via Ndcc
Namun, sayangnya nih, hal tersebut justru memberi celah bagi orang-orang iseng untuk menguatkan alibi mereka. Aku sendiri berusaha untuk nggak membagikan informasi pribadiku secara terang-terangan. Namun si pelaku tetap bisa melancarkan aksinya karena ia mengenalku. Hanya saja ia mengaku bahwa si Rayi ini anak bungsu. LAH TEROS ADIK-ADIKKU ITU MAU DISIMPAN DI MANA?
Sabar mz, semua dapat dibicarakan baik-baik.
Beberapa informasi pribadi yang sebaiknya nggak disebarkan secara terang-terangan di media sosial adalah alamat rumah, nama orang tua, alamat sekolah atau kampus, jurusan di perkuliahan, nomor KTP, nomor handphone (kecuali yang punya bisnis ya), alamat kantor, prahara rumah tangga, aib keluarga, dan bahkan aib mantan pacar yang dulu bilang nggak bisa hidup tanpamu tapi sampai sekarang masih nggak diketahui di mana letak makamnya.
Private semua akun media sosial.
mimpi buruk para tukang hosip dan kepoers
Ini adalah langkah yang akan aku lakukan setelah selesai menyebarkan klarifikasi ini di berbagai platform media sosial. Serius deh, terkenal di media sosial memang tampak menggiurkan, namun tunggu sampai kamu ada di posisi itu dan segala tindak-tandukmu dicibir orang. Hhhh. GET A LIFE, PEOPLE!
Jangan terbuai rayuan via chat, DM, dsb.
via TechBurgeon
Sebagai pemain lama di Twitter, aku udah sering mendengar desas-desus ajakan “bobo-bobo lucu” via DM oleh segelintir oknum. Aku sebetulnya heran, kok ya mau aja diajak kenalan dan melangkah lebih jauh padahal hanya kenalan via vallenmessenger, media sosial, atau apapun yang bukan face to face. Namun ternyata … hhhh … aku sendiri terkait dengan kasus rayuan maut via messenger tersebut. MAKANYA JANGAN JEMAWA, DEK RA’IDAH. Yeuh barudak, aku mah ngasih saran aja, jangan pernah mau masuk terlalu jauh ke dalam hubungan yang diawali dan dijalani sebatas melalui chat. Apalagi kalau si orang tersebut sampai berani minta uang. Pfiuh.
90% menuju ditipu / via YouTube
Kalau kalian ketemu akun emesh, kenalan, dan klop, langsung ajak ketemu aja untuk memastikan apakah yang kalian ajak obrol sampai pukul tiga pagi itu manusia sungguhan atau makhluk jadi-jadian.
Sekian aja nih saran dariku. Keputusan untuk mengamalkan enam tips di atas ada di tangan teman-teman. Aku sangat berharap semoga teman-teman nggak mengalami kejadian sepertiku. Huhuhu.
Kalau teman-teman punya saran, anjuran, atau masukan lain, boleh banget share di kolom komentar.
Kuakhiri klarifikasiku mengenai akun palsu tidak bermoral yang beredar beberapa waktu lalu. Aku meminta maaf kepada korban yang mungkin udah di-PHP dan dibuai foto profilku akun palsuku.
Maaf aku nggak mungkin mewujudkan mimpi dan angan-angan kalian karena udah di-taken 😦
Sedikit curhat nih, sejak awal pembuatan blog ini, aku sudah berniat untuk rutin meng-update setidaknya satu bulan satu kali. Namun belakangan, jiwa serakahku bangkit dan membisikiku untuk rutin meng-update setiap satu minggu sekali.
Jemariku berkata “Iya!”.
Pikiranku berkata “Apakah tesis membuat dek Ida kehilangan akal sehat?“. Untuk pekan ini saja, aku bepergian ke dua kota, yaitu Bandung dan Bogor demi dua acara penting yang bahkan menyita waktu kerja dan kuliahku. Whewh.
Aku tidak bermaksud mengeluhkan jadwalku sebab aku yakin, ada miliaran orang di luar sana yang jauh lebih sibuk daripadaku. Namun aku masih bingung cara membagi ruang dan waktu antara kegiatan A, B, C, dan E. Apalagi kalau sudah sibuk berkutat dan bergumul dengan perkuliahan, aku bahkan terkadang jadi repot memikirkan hal yang bukan urusanku. Kemarin-kemarin, misalnya, aku malah sibuk memikirkan So Ji Sub yang pasti sedang asyik bersama pasangannya sedangkan aku sibuk mengurusi tesis PADAHAL YA APA URUSANNYA DENGANKU. ‘Kan aku sudah punya Gong Yoo KW Cimahi hwehehehe.
Baiklah. Sebelum aku mengekspos kehidupan pribadiku terlalu jauh, mari kita langsung memasuki ulasan pekan ini saja yuk!
Saat mendengar kata pecah-pecah, teman-teman mungkin akan segera melirik tumit yang kini dalam kondisi hurik dan rorombeheun. Namun tidak, hari ini kita tidak akan membahas tumit, melainkan bibir. Sebagai manusia yang wajahnya terdiri dari 70% jidat, 30% bibir, dan 1000% pipi, aku memiliki fokus cukup besar terhadap kondisi bibirku. Semasa kecil, sampai sekarang juga sih, aku cukup minder dengan bentuk bibirku yang tebal dan besar. Apalagi gigiku imut-imut dengan gummy teeth-nya sehingga keagungan bibirku semakin terlihat.
Jangan salah paham, keminderanku ini tidak disebabkan oleh ejekan. Alhamdulillah, teman-teman masa kecilku tidak ada yang mengolok-olok bentuk bibirku. Rasa minder ini murni muncul dari rasa iri pada kakak dan adikku yang memiliki bibir tipis. Pembaca yang seumuran denganku pasti paham deh, di zaman itu, bibir tipis dianggap sebagai bibir yang cantik dan ideal. Bertolak belakang dengan tren masa kini, para perempuan seakan bersedia melakukan berbagai cara untuk mendapatkan tampilan bibir lebih tebal dan berisi.
Aku yakin deh 100% teman-teman semua pernah mengalami bibir pecah-pecah, seperti halnya diriku. Sepengetahuanku, ada berbagai penyebab bibir pecah-pecah, dari yang lazim seperti kurang asupan air, kebiasaan menjilat bibit, kekurangan vitamin B dan C, hingga yang mengerikan seperti gejala penyakit. Solusi dari bibir pecah-pecah tentu saja harus sejalan dengan penyebabnya. Akan tetapi, tetap dibutuhkan bantuan ekstra dari luar, seperti produk perawatan bibir. Dua produk andalanku adalah lip balm dan lip scrub. Setelah mencoba beberapa produk, akhirnya aku menemukan produk lokal yang memiliki performa baik. Apa tuuuhhh?
ALAT PELEMBUT BIBIR
HAYOH NGAKU SIAPA YANG MEMBACA CAPTION FOTO DI ATAS DENGAN NADA ALA DORAEMON 😦
Sudah ada beberapa produk pelembap bibir yang kucoba, seperti lip balm Wardah, Vaseline Petroleum Jelly, Emina Lip Scrub, kemudian …. lipbalm Wardah, Vaseline Petroleum Jelly, Emina Lip Scrub nggg … lip balm Wardah … Vaseline Petroleum Jelly … Emina Lip Scrub…
Yak, intinya aku sudah mencoba produk lain sebelum dua produk dari Natural Green ini. Sepengalamanku, lip balm dan lip scrub dari Natural Green ini yang paling cocok denganku.
This slideshow requires JavaScript.
Selanjutnya, akan kukupas keunggulan dan kekurangan produk ini satu per satu ya. Ingat, ini merupakan opini pribadiku dan tentu saja opini setiap orang akan berbeda-beda. Jika aku mempermasalahkan hal yang menurut teman-teman tidak penting, atau sebaliknya, tidak mempermasalahkan hal yang menurut teman-teman penting, berarti memang pendapat kita berseberangan saja. Tidak mengapa. Tidak semua orang harus memiliki pemikiran yang seragam.
Seperti yang dapat teman-teman lihat, tinted lip balm Natural Green ini hanya memiliki sedikit komposisi dan semuanya natural. Organic cocoa butter atau mentega kokoa memiliki fungsi melembapkan dan merawat kulit kering. Vitamin E, sudah jelas ya tidak perlu dijelaskan lagi 😉 . Almond oil, organic evco, dan arganoil adalah tiga minyak alami yang juga sangat ampuh dalam merawat kelembapan kulit. Sementara beeswax atau lilin lebah merupakan bahan yang lazim ditemukan dalam lip balm, sebagai pengganti petroleum jelly. Terakhir, strawberry adalah sumber pewarna merah alami dari tinted lip balm ini.
Performa: I. DO. LOVE. THIS. LIP. BALM!
Lip balm ini bebas dari rasa aneh dan aroma parfum yang menyengat. Wanginya enak, wangi strawberry ditambah sedikit aroma kelapa dan cokelat. Aku cukup sensitif dengan aroma artifisial jadi memang akan menghindari produk yang terlalu wangi.
Warna merahnya super cantik! Wajahku memiliki yellow undertone sehingga cukup mudah memerah, dan jenis kulitku berminyak sehingga mudah kusam. Namun, setiap kali kugunakan lip balm ini, wajahku jadi tampak lebih cerah. Lip balm ini bahkan bisa digunakan sebagai pengganti lipstik karena warnanya cukup pigmented.
Kekurangan : Seperti yang dapat dilihat pada foto, lip balm ini cukup sulit untuk ditutup karena warna merahnya mudah meleber ke mana-mana. Namun, bisa saja sih itu akibat kecerobohanku yang kurang teliti saat menutup lip balm.
Performa: Ini adalah lip scrub kedua yang kucoba. Lip scrub pertama adalah Emina Lip Scrub yang aduhai susah sekali ditemukannya. Sementara Sparkle Lip Scrub Butter ini mudah ditemukan tapi ya memang lebih mahal hwehehehe. Wajar saja sih sebab lip scrub Natural Green ini kandungannya benar-benar natural. Olive oil, avocado oil, dan safflawer oil sama-sama memiliki fungsi melembapkan. Jadi aku mendapatkan tiga manfaat melembapkan dari tiga bahan yang berbeda. Wow! Ada satu hal yang membuat aku betah dengan lip scrub ini, yaitu kandungan castor sugar-nya yang membuat lip scrub ini yummy di lidah hahaha. Aku yakin deh dua produk ini edible (look at the ingredients!) tapi sayang banget kalau dimakan sebab harganya mihil. Oh iya, kandungan lemon essential oil-nya benar-benar membuat lip scrub ini melembutkan dan menyegarkan bibir. Love love love.
Kekurangan: Aku cukup kesulitan saat memulaskan lip scrub ini di bibir karena butirannya yang sulit menempel di bibir. Butiran scrub-nya seringkali berjatuhan karena enggan melekat di bibir. Yup, meskipun memiliki tiga komposisi minyak, tetapi lip scrub ini sama sekali tidak berminyak dan lengket saat diaplikasikan. Lain soal ya kalau sudah digosok-gosok di bibir hehehe.
Kesimpulan
What I like: Dua produk ini bekerja sangat efektif di bibirku. Sebelumnya aku memakai Vaselin Petroleum Jelly dan lip balm Wardah. Meskipun sama-sama memberikan efek melembapkan bibir, tetapi petroleum jelly membuat bibirku tampak lebih menghitam setelah beberapa lama digunakan, sementara lip balm Wardah terkadang terasa menyengat di bibir. Selain itu, aku hanya perlu sedikit saja lip balm dan lip scrub Natural Green untuk mendapatkan efek melembapkan. TIdak heran sih sebab bahan-bahannya sangat kaya dan bernutrisi.
What I dont like: Sayangnya, dua produk ini hanya dapat dibeli secara online, dan harus dibeli berpasangan. Saat ini lip balm-ku sudah berkurang banyak, sementara lip scrub-ku sepertinya akan habis masih lama lagi. Selain itu, lip balm-ku mudah meleber dan meninggalkan noda merah, sementara lip scrub-nya cukup sulit diaplikasikan ke bibir. Namun itu kekurangan minor yang sama sekali tidak mengurangi kecintaanku pada produk ini.
Warning: Tidak semua orang cocok dengan komposisi dari lip balm dan lip scrub ini. Ada beberapa orang yang memiliki alergi vitamin E sehingga tidak akan cocok dengan kandungan vitamin E dalam produk apapun. Selain itu, apabila teman-teman alergi madu, sudah jelas, beeswax pun harus dijauhi. Intinya, perhatikan komposisi dari setiap produk agar teman-teman dapat mengukur seberapa cocokkah produk tersebut.
Apakah hati teman-teman tergerak untuk membeli duo maut ini? Kalau iya, siapkan budget Rp 130 ribu untuk dua produk ini. Sepertinya pasangan ini sangat mencintai dan posesif pada satu sama lain sebab kebanyakan online shop tidak menjualnya secara terpisah. Namun aku jamin, teman-teman tidak akan merasa rugi deh karena keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan kekurangan satu sama lain. Deuuuhhhh …